Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR menyetujui besaran subsidi listrik tahun 2010 mengalami kenaikan dari sebelumnya diusulkan Rp40,43 triliun menjadi Rp48,31 triliun.

Dirut PLN Fahmi Mochtar saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin, mengatakan, kenaikan subsidi tersebut diperlukan guna menaikkan marjin usaha dari sebelumnya dua menjadi delapan persen.

"Dengan marjin delapan persen, maka PLN akan mendapat keuntungan Rp7 triliun, sehingga kami bisa melakukan investasi," katanya.

Menurut dia, selain investasi, keuntungan PLN nantinya bisa dikembalikan lagi ke pemerintah sebagai dividen.

Sebelumnya, PLN mengajukan marjin usaha tahun 2010 sebesar tiga persen, namun pemerintah hanya menyetujui dua persen.

Dengan asumsi marjin hanya dua persen maka subsidi yang diperlukan Rp40,43 triliun, namun jika memakai marjin delapan persen, maka dibutuhkan subsidi Rp48,31 persen.

Asumsi subsidi Rp48,31 triliun tersebut mengacu harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP) tahun 2010 sebesar 60 dolar AS per barel.

Kalau memakai asumsi ICP 65 dolar AS per barel, maka dengan marjin delapan persen, subsidi akan membengkak menjadi Rp50,41 triliun dan dengan ICP 70 dolar AS per barel, subsidi naik lagi menjadi Rp52,5 triliun.

Fahmi mengatakan, dengan marjin usaha yang sebelumnya hanya dua persen, maka PLN berpotensi terkena status gagal bayar (default) dari para peminjam.

"Supaya tidak default, maka marjinnya minimal lima persen, meski itu pun belum bisa investasi. Kalau mau investasi sesuai RUPTL (rencana umum penyediaan tenaga listrik), maka marjinnya harus delapan persen," katanya.

Ia menambahkan, dampak lanjutan jika PLN terkena default adalah adanya eksekusi jaminan pemerintah atas proyek 10.000 MW dan akselerasi pembayaran kepada peminjam.

Fahmi juga mengatakan, investasi diperlukan guna meningkatkan rasio elektrifikasi melalui penambahan kapasitas pembangkit 5.000 MW atau senilai Rp80 triliun.

"Tahun 2019, rasio elektrifikasi ditargetkan mencapai 93 persen," katanya. (*)

Pewarta: ferly
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009