Semarang (ANTARA News) - Pembangunan kolam retensi untuk normalisasi Banjir Kanal Barat di lahan Tanah Mas Baruna, Semarang, diperkirakan tidak dapat terlaksana pada Agustus 2009 karena pihak Tanah Mas Baruna bersikukuh dengan harga Rp29 miliar.

"Harga Rp29 miliar tersebut telah melalui perhitungan matang untuk kepentingan pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha," kata Didik Sukmono, perwakilan Tanah Mas Baruna, di Semarang, Senin.

Pihaknya telah menetapkan harga final bagi lahan kolam retensi seluas 8 hektare senilai Rp29 miliar sedangkan harga yang ditawarkan Rp40 miliar.

"Sebelumnya Rp40 miliar, turun menjadi Rp34 miliar, kemudian Rp29 miliar. Itu sudah harga final," katanya.

Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Pemerintah Kota Semarang, Fauzi MT, mengatakan, berdasarkan penilaian tim "appraisal" (penilai harga, red.), lahan tersebut seharga Rp12 milyar dan telah dinaikkan menjadi Rp17 milyar.

Kenaikan harga lahan, katanya, sudah disesuaikan dengan harga nilai jual obyek pajak (NJOP) yakni Rp573 ribu permeter untuk daratan dan Rp48 ribu permeter untuk perairan.

Fauzi menjelaskan, lahan kolam retensi berupa daratan antara 70 hingga 80 persen sedangkan sisanya perairan.

Ia mengatakan, pemkot setempat segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) penyerahan lahan dengan PT Pelindo sebagai kuasa pemilik lahan.

"Mekanisme MoU baru kita rencanakan Rabu pekan ini," katanya.

Ia mengatakan, kolam retensi merupakan solusi atas masalah banjir di Kota Semarang selama ini.

Pihaknya mengajukan dana APBD Perubahan 2009 sebesar Rp60 miliar untuk puluhan proyek di antaranya Dam Jati Barang, Kali Bening, dan Banjir Kanal Timur.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009