Surabaya (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai profit margin perbankan di Jawa Timur saat ini terlalu tinggi, karena besaran profit mereka rata-rata mencapai 3 persen.

"Tingginya besaran itu adalah penyebab pertumbuhan kredit bank di Jatim hanya naik 12,4 persen. Bahkan, laba mereka tetap tumbuh signifikan hingga 78,3 persen. Untuk itu, keberpihakan bank ke sektor riil harus dipertanyakan," kata Deputi Pemimpin Bank Indonesia Surabaya Bidang Perbankan, Nasser Atorf, katanya, saat dihubungi ANTARA, Kamis malam, di Surabaya.

Menurut dia, profit margin adalah keuntungan yang diinginkan bank dari jasa penyaluran kredit (jasa intermediasi). Selain profit margin, besaran bunga kredit ditentukan oleh "cost of fund" (biaya dana), "overhead cost", dan premi risiko.

"Dari keempat faktor pembentuk bunga kredit itu, biaya dana dan premi risiko adalah dua variabel yang sulit diawasi bank, karena mereka harus melihat kondisi pasar," ujarnya.

Apabila profit margin tetap tinggi, ia menyatakan, maka jatuhnya besaran bunga kredit juga akan tinggi. Sebenarnya besaran profit margin sangat relatif bergantung perhitungan masing-masing bank.

"Ada baiknya, secara normatif pihak perbankan bisa menekan profit margin, sehingga bunga kreditpun bisa ditekan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi mereka (perbankan)," katanya.

Untuk itu, ia menyarankan, agar tingginya profit margin perbankan bisa dicermati sejak dini. Apalagi, pemberlakuan besaran margin itu kian mencerminkan bagaimana bank mengeluarkan biaya di luar bunga untuk menjalankan aktivitasnya "overhead cost".

Terkait penghitungan bunga kredit, ia merinci, jika profit margin 3 persen ditambah biaya dana yang masih mahal sekitar 9 persen, maka bunga kredit sudah sebesar 12 persen. Namun, besaran itu belum ditambah premi risiko sebesar 1 persen dan "overhead cost" yang misalnya dialokasikan 1 persen.

"Jika dikalkulasikan, jumlah besaran bunga kredit itu menjadi 14 persen," katanya.

Akan tetapi, kata dia, nilai premi risiko itu juga tidak selalu pasti. Preminya bisa saja lebih besar, karena bergantung kondisi perekonomian.

"Selain itu, ini juga dipicu bagaimana prospek bisnis calon debitur yang akan dibiayai bank," katanya.

Apabila, premi risiko menjadi 2 persen dengan asumsi besaran variabel di atas, ia mengungkapkan, bunga kreditnya meningkat menjadi 15 persen.

"Untuk itu, kami berharap, bank telah memperhitungkan target pencapaian laba, sebelum menentukan besaran profit margin tersebut," katanya.(*)

Pewarta: luki
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009