Teheran (ANTARA News/AFP) - Pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei berjanji, Minggu, Iran akan mengadili siapa pun yang melakukan "kejahatan" terhadap orang-orang yang terluka dalam kerusuhan pasca pemilihan umum, demikian dilaporkan televisi pemerintah.

Dalam pernyataan setelah tuduhan-tuduhan bahwa tahanan diperkosa dan disiksa, Khamenei mengatakan kepada sekelompok akademikus, "Semua orang yang terluka dalam insiden-insiden (pasca pemilu) ini harus tahu bahwa sistem tidak akan berkompromi."

"Jika perlakuan buruk atau kejahatan telah dilakukan, maka mereka yang melakukannya akan ditangani berdasarkan hukum dan secara benar," kata pemimpin tertinggi Iran itu, "sama seperti penanganan terhadap orang-orang yang secara terang-terangan menentang sistem."

Khamenei tampaknya memperlunak sikapnya terhadap opisisi dalam beberapa hari ini dan pada Rabu ia menyatakan tidak yakin bahwa mereka yang memimpin protes-protes setelah pemilihan umum itu didukung oleh pihak asing.

"Saya tidak menuduh para pemimpin insiden-insiden belum lama ini sebagai anak buah pihak asing, seperti AS dan Inggris, karena masalah ini tidak terbukti bagi saya," kata Khamenei dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh seorang penyiar berita pada Rabu (26/8).

Ia juga menyatakan Minggu bahwa anggota-anggota pasukan keamanan yang mengambil bagian dalam penumpasan protes pasca pemilu tidak kebal dari hukuman.

"Saya menghargai pekerjaan polisi dan basij (milisi muslim) dalam menangani kerusuhan, namun ini tidak berarti sejumlah kejahatan yang terjadi tidak akan ditangani dan siapa pun dari kedua organ itu yang melakukannya akan ditindak," kata Khamenei.

Calon presiden yang kalah, Mehdi Karroubi, membuat marah kubu garis keras dengan tuduhan-tuduhan bahwa sejumlah pria dan wanita muda diperkosa di dalam tahanan dan beberapa tahanan disiksa hingga tewas.

Pemerintah Iran menutup penjara Kahrizak di sebelah selatan Teheran setelah sedikitnya dua pemrotes tewas akibat luka-luka yang dikabarkan mereka derita di dalam penjara.

Iran menghadapi krisis terburuk sejak pembentukan republik Islam itu pada 1979, ketika ratusan ribu orang turun ke jalan-jalan dalam protes sepekan menentang hasil pemilihan umum itu.

Para pejabat mengatakan bahwa 30 orang tewas dalam kerusuhan itu, namun oposisi menyebut jumlah kematian 69.

Sekitar 4.000 orang ditangkap dan puluhan reformis, wartawan dan pendukung oposisi disidangkan atas tuduhan berusaha menggulingkan rejim Iran dengan dukungan asing, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin oposisi yang mencakup calon-calon presiden, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mengecam persidangan itu, menolak mengakui kepresidenan Ahmadinejad dan berjanji melanjutkan protes.

"Hari ini, lebih pasti daripada sebelumnya, kita harus mendorong perubahan, yang merupakan tuntutan sah dari gerakan reformis," kata Mohammad Khatami, mantan presiden dan pendukung utama kelompok-kelompok oposisi Iran, seperti dikutip kantor berita ILNA, Jumat (28/8).

Pada 3 Agustus, Khamenei mensahkan hasil pemilu yang mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan ketika ia mengukuhkan kemenangannya dalam pemilihan presiden bermasalah 12 Juni yang mengarah pada protes dan kerusuhan mematikan di jalan-jalan.

Iran sudah menggelar persidangan masal terhadap lebih dari 140 orang yang dituduh memiliki kaitan dengan demonstrasi besar-besaran dan kekerasan yang terjadi setelah kemenangan Ahmadinejad yang dipersoalkan.

Pemerintah Iran menuduh saingan utama Ahmadinejad, Mir Hossein Mousavi, dan calon lain yang kalah menyulut pergolakan politik, dan menyebut negara-negara asing berencana menggoyahkan Iran.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Kubu garis keras di Iran sejauh ini menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Oposisi yang dipimpin oleh saingan utama Ahmadinejad, Mir Hossein Mousavi, menekankan bahwa pemilihan itu telah dicurangi, dan mereka menolak tuduhan-tuduhan mengenai campur tangan asing.

Khamenei mengecam protes itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan banyak pihak.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Mantan Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani mengecam propaganda yang dilakukan media asing mengenai pergolakan kekuasaan di jajaran tinggi kepemimpinan Iran.

"Propaganda yang dilakukan media asing yang berusaha mengisyaratkan bahwa terjadi pergolakan kekuasaan di tingkat puncak pemerintahan merupakan hal yang tidak adil sama sekali bagi revolusi Islam," kata Rafsanjani.

Iran telah melarang media asing meliput pawai-pawai protes dan pertemuan yang diadakan oleh gerakan oposisi.

Kementerian Luar Negeri Iran bahkan menunjuk langsung lembaga-lembaga siaran global seperti BBC dan Voice of America, dengan mengatakan bahwa mereka adalah agen-agen Israel yang bertujuan "memperlemah solidaritas nasional, mengancam integritas bangsa dan mendorong disintegrasi Iran".(*)

Pewarta: luki
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009