Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan bea masuk (BM) atas impor barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri pembangkit listrik untuk kepentingan umum sejak Agustus 2009.

Kepala Biro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyebutkan, pembebasan BM itu dimaksudkan agar usaha industri pembangkit tenaga listrik dapat berkembang dan menjamin tersedianya tenaga listrik oleh badan usaha termasuk PT. Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero).

Ketentuan itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.01/2009 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.01/2008.

Industri pembangkit tenaga listrik adalah kegiatan memproduksi dan menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum oleh badan usaha, tidak termasuk transmisi, distribusi dan usaha penunjang tenaga listrik.

Sedangkan barang modal didefinisikan sebagai mesin, peralatan, dan peralatan pabrik baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang yang dipergunakan untuk memelihara dalam kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Pembebasan BM tersebut diberikan kepada badan usaha yaitu: PT. PLN (Persero), pemegang ijin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum (IUKU) yang memiliki daerah usaha, IUKU yang mempunyai perjanjian jual beli Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian Sewa Guna Usaha (Finance Lease Agreement (FLA), dan pemegang IUKU untuk usaha pembangkit tenaga listrik yang memiliki PPA dengan pemegang IUKU yang memiliki daerah usaha. IUKU dikeluarkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, badan usaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai. Realisasi impor barang berdasarkan Rencana Impor Barang (RIB) dilakukan paling lama 24 bulan sejak tanggal keputusan pemberian pembebasan BM.

Realisasi impor dapat diperpanjang paling lama 12 bulan sejak berakhirnya jangka waktu realisasi impor.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan dengan menyebutkan alasan-alasan untuk penolakan. (*)

Pewarta: handr
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009