Jakarta (ANTARA News) - Belum selesai terpaan isu suap, kini pimpinan KPK mendapat tantangan baru. Mabes Polri memanggil semua pimpinan KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus yang belum jelas.

Hal itu bisa dilihat dari surat panggilan polisi yang tidak menyebut kasus, sehingga pimpinan KPK merasa perlu bersiap diri untuk menghadapi "serangan lain" yang tidak terduga.

Serangan pertama terhadap pimpinan KPK adalah penetapan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka pembunuhan Direktur PT Putera Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnain.

Dalam pemeriksaan, Antasari mengaku pernah bertemu Anggoro Wijoyo yang mengaku telah menyerahkan sejumlah uang kepada beberapa pimpinan dan pejabat KPK. Anggoro Wijoyo adalah direktur PT Masaro Radiokom sedang terlilit kasus korupsi dan ditangani oleh KPK.

Ketika isu suap mulai meredup, bagai memecah keheningan, tiba-tiba pimpinan KPK menerima surat panggilan berlogo Mabes Polri.

Berdasar penelusuran ANTARA News, KPK menerima surat bernomor B/2142/Dit.III/IX/2009/Bareskrim tertanggal 2 September 2009. Surat yang ditujukan kepada pimpinan KPK itu berisi permohonan bantuan penghadapan beberapa orang KPK dalam pemeriksaan sebagai saksi di polisi.

Berdasar salinan surat yang diterima ANTARA News, polisi meminta beberapa orang KPK untuk memenuhi panggilan.

Mereka yang dipanggil adalah empat pimpinan KPK, M. Jasin, Haryono Umar, Bibit Samad Riyanto, dan Chandra M. Hamzah.

Selain itu, polisi juga memanggil Direktur Penyelidikan Iswan Elmi, Kabiro Hukum Chaidir Ramly, Satgas Penyelidik KPK Arry Widiatmoko, dan Penyidik KPK Rony Samtana.

Mereka diminta untuk menghadap Kepala Unit V Dit III/Pidkor dan WCC, Kombes Pol A.J. Benny Mokalu selaku penyidik. Surat permohonan penghadapan itu ditandatangani oleh Kombes Pol Yovianes Mahar yang mengatasnamakan Kabareskrim Mabes Polri dan Direktur III Pidana Korupsi dan "White Colar Crime" (WCC).

Surat itu juga ditembuskan kepada Kapolri dan Kabareskrim Mabes Polri.

Surat permohonan penghadapan itu dilengkapi dengan sejumlah surat panggilan terhadap para terpanggil. Beberapa surat panggilan itu bernomor S.Pgl/321/IX/2009/Pidkor & WCC, nomor S.Pgl/322/IX/2009/Pidkor & WCC, nomor S.Pgl/323/IX/2009/Pidkor & WCC, dan nomor S.Pgl/325/IX/2009/Pidkor & WCC.

Keempat surat yang ditujukan kepada pimpinan KPK itu tertanggal 2 September 2009.

Berdasar salinan salah satu surat yang diterima ANTARA News, Wakil Ketua KPK Haryono Umar diminta "menghadap " AKBP Gupuh Setiyono Sik, terkait dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang atau dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya untuk membuat, tidak membuat, atau membiarkan barang sesuatu, sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU Tipikor jo 421 KUHP.

Surat itu ditandatangani oleh penyidik polri Kombes Pol A.J. Benny Mokalu yang mengatasnamakan Direktur III Pidana Korupsi dan WCC.

Tidak jelas

Surat panggilan polisi tidak menyebut kasus. Surat panggilan itu hanya menyatakan, panggilan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam pasal 23 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP.

Setelah ditelusuri, pasal 23 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ternyata juga mengutip sejumlah pasal KUHP. pasal 23 itu menyatakan, "pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal 422, pasal 429 atau pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp300 juta".

Jika dirunut, beberapa pasal yang dirujuk dalam pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan beberapa perbuatan. Misalnya, pasal 220 KUHP menyatakan tentang pengaduan palsu.

Kemudian, pasal 231 KUHP mengatur tentang penyitaan barang yang dilakukan tidak sesuai aturan hukum.

Sedangkan pasal 421 KUHP mengatur tentang seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.

Pasal 422 KUHP mengatur seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan.

Sementara itu, pasal 429 dan 430 KUHP mengatur tentang penggeledahan dan perampasan barang bukti yang dilakukan secara melawan hukum.

Pimpinan KPK menganggap rentetan pasal itu tidak menjelaskan alasan panggilan polisi.

Akhirnya, KPK menolak memenuhi panggilan Mabes Polri untuk dimintai keterangan dalam kasus tindak pidana korupsi, karena menganggap panggilan itu belum jelas.

"Panggilan ini tidak jelas. Jadi untuk pemanggilan hari ini sementara tidak kami penuhi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.

Menurut Johan Budi, surat itu tidak menyebut kasus dan substansi pemeriksaan. Menurut Johan, pihak terpanggil hendaknya mengetahui untuk kasus apa dia akan dimintai keterangan.

Surat panggilan menyebutkan pemanggilan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Namun johan menegaskan, surat itu belum cukup jelas, karena tidak merinci jenis dugaan penyalahgunaan wewenang itu.

"Ini penyalahgunaan kewenangan yang mana? apakah dalam proses penyelidikan atau penyidikan atau penuntutan," kata Johan mempertanyakan.

Untuk itu, KPK mengirimkan surat balasan kepada Mabes Polri yang intinya meminta koordinasi terlebih dulu, terkait perkara yang akan dimintakan keterangan kepada pimpinan KPK.

"Ini untuk memperjelas," kata Johan menegaskan.

Surat bernomor R-3462/01/09/2009 dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK M. Jasin itu juga ditembuskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Pimpinan KPK merasa belum firm atau paham mengenai panggilan itu, sehingga pimpinan ingin meminta kejelasan," kata Johan terkait surat KPK tersebut.

Lampaui kewenangan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap polisi melebihi kewenangan dengan memanggil pimpinan KPK terkait dugaan korupsi, sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kalau pemanggilan mau dikaitkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus, maka hal ini bukan kewenangan polisi," kata Wakil Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo.

Adnan menduga, pemanggilan itu terkait dengan penanganan kasus dugaan suap yang melibatkan Anggoro Widjojo, petinggi PT Masaro Radiokom.

Beberapa waktu lalu, penyidik KPK memang melakukan penyitaan dan penggeledahan dalam kasus itu.

Menurut Adnan, polisi tidak berwenang melakukan pengusutan dugaan pelanggaran kinerja KPK.

"Kalau ada kesewenang-wenangan penegak hukum bisa dilawan dengan menempuh upaya praperadilan," kata Adnan menegaskan.

Upaya praperadilan biasanya diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan KPK, bukan kepolisian.

Selain itu, Adnan menduga, panggilan itu bisa terkait dengan kasus Bank Century. Selain ditangani oleh polisi, kasus itu juga ditangani oleh KPK.

Polisi menangani penggelapan dana Bank Century. Sedangkan KPK sedang menelusuri aliran suntikan dana dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century yang sedang mengalami gangguan kecukupan modal.

Berdasar informasi, penanganan kasus Bank Century oleh KPK membuat salah satu petinggi kepolisian tersadap.

ICW menduga, polisi berkepentingan dengan penanganan kasus Bank Century, sehingga perlu meminta keterangan para pimpinan KPK.

Sementara itu, Wakil Koordinator ICW Emerson Junto juga menyampaikan pendapat serupa.

Dia menilai, polisi melampaui batas dengan memanggil pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran hukum seperti diatur dalam beberapa pasal KUHP yang berada di luar kewenangan polisi.

Emerson mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan pejabat terkait untuk menanyakan kasus apa yang sebenarnya sedang ditangani oleh Mabes Polri.

"Presiden harus aktif dalam hal ini," kata Emerson. (*)

Oleh Oleh Fx. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009