Herat, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Sekitar 50 gerilyawan Taliban tewas dalam pertempuran di provinsi Farah, Afghanistan barat, setelah bentrokan-bentrokan yang menewaskan tujuh prajurit Afghanistan dan dua tentara AS, kata sejumlah pejabat pemerintah, Minggu.

Gerilyawan menembakkan mortir ke konvoi bantuan kemanusiaan yang dikawal militer di provinsi Farah, Sabtu, yang menyulut bentrokan, pemboman dan serangan udara oleh pasukan NATO yang ikut memerangi pemberontakan Taliban.

"Informasi yang kami terima dari ANA (Tentara Nasional Afghanistan) adalah bahwa dalam bentrokan ini, tujuh prajurit ANA tewas dan 12 lain cedera," kata Gubernur Farah, Rohul Amin Amin, kepada AFP.

"Sekitar 40 hingga 50 orang Taliban tewas. Dua prajurit Amerika tewas. Satu kendaraan ISAF (Pasukan Bantuan Keamanan Internasional) hancur," katanya, menunjuk pada pasukan koalisi pimpinan NATO.

"Pesawat-pesawat NATO kemudian membom, dan informasi yang kami terima adalah jumlah korban tidak banyak dalam serangan udara itu. Banyak orang Taliban yang tewas akibat pertempuran darat dengan ANA dan ISAF," tambahnya.

Kementerian Pertahanan Afghanistan mengatakan, "puluhan teroris" tewas dalam insiden itu, namun tidak ada laporan mengenai korban sipil.

Seorang jurubicara ANA sudah mengkonfirmasi kematian prajurit mereka, sementara pasukan AS menyatakan Sabtu bahwa dua prajurit mereka tewas dalam ledakan di Farah, yang dilanda kerusuhan militan yang meningkat.

Beberapa pejabat setempat juga mengatakan, dua wanita tewas ketika salah satu mortir yang ditembakkan Taliban menghantam rumah mereka.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Lebih dari 300 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan untuk pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009