Solo (ANTARA News) - Tempat penyergapan sekelompok teroris di Kampung Kepuhsari, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jateng,menjadi obyek tontotan menarik masyarakat.

Meskipun jarak menyaksikan lokasi kejadian dibatasi oleh pihak kepolisian, ratusan warga mulai berdatangan ke lokasi kejadian penyergapan para teroris tersebut sejak Kamis pagi.

Dari empat akses jalan menuju rumah Susilo atau Adib yang merupakan tempat persembunyian sejumlah teroris, seperti Noordin M Top, Bagus Budi Pranoto, Ario Sudarso, dan Susilo, masyarakat terlihat "menyemut" di ujung keempat akses jalan tersebut.

Jumlah masyarakat yang mengunjungi semakin bertambah ketika jenazah para teroris dibawa pergi dari lokasi kejadian karena mereka diperbolehkan menyaksikan lebih dekat.

Masyarakat yang berdatangan dari Kota Solo dan daerah-daerah sekitarnya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyaksikan tempat penyergapan hingga berfoto dengan latar belakan rumah yang sudah dipagari seng setinggi empat meter.

Seorang warga Kecamatan Banjarsari, Suparman (49), mengatakan, kedatangannya di lokasi penyergapan karena dia penasaran pada penangkapan teroris yang terjadi di Solo.

"Setelah menyaksikan berita di televisi, saya langsung menuju ke lokasi kejadian. Beruntung saya sempat mendengarkan suara letusan tembakan," katanya.

Suparman tidak menyangka bahwa di kotanya menjadi tempat persembunyian teroris, "Adanya kejadian ini mebuat kita lebih brhati-hati terhadap orang asing yang mencurigakan datang ke daerah kita,".

Warga Kelurahan Kadipiro lainnya, Sunaryo (42) mengatakan, dia penasaran bagaimana tempat persembunyian para teroris yang ditangkap Polri.

"Menurut saya, lokasi kejadian yang berkesan sepi bila malam hari berpotensi untuk dijadikan persembunyian teroris," katanya yang ditemani istri dia, Endang Purwanti (39).

Adanya teroris di daerah tersebut, lanjut Sunaryo, merupakan kecerobohan warga yang seharusnya bisa diatasi, "Hal tersebut menjadi pelajaran bagi warga-warga di daerah-daerah lainnya,".

Sementara itu, seorang anak dari Kampung Ngampon yang berada tiga kilometer dari lokasi kejadian, Galang (11) mengatakan, dia bersama sembilan temannya datang ke tempat penyergapan karena ingin merasakan suasana ketegangan yang ada di tempat tersebut.

"Selain itu, saya ke tempat ini agar saya mendapat pengalaman yang tidak terluapakan mengenai kota kelahiran saya yang pernah dijadikan sarang teroris. Saya berharap tidak ada teroris lagi yang berada di daerah saya dan Negara Indonesia," kata Galang.

Kondisi ramianya pengunjung yang menyaksikan tempat penyergapan rupanya tidak disia-siakan oleh sebagian masyarakat.

Banyak pedagang dan tukang parkir bermunculan di sekitar tempat penyergapan.

Seorang juru parkir liar, Mamiek (30) mengatakan, banyaknya pengunjung bisa dimanfaatkan untuk mencari uang, terutama untuk mengisi kas desa.

"Saya bersama pemuda-pemuda setempat memberi tarif parkir sebesar Rp1.000 kepada setiap sepeda motor," kata Mamiek.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009