Jakarta (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian menyatakan saat ini tanah-tanah pertanian dalam kondisi "sakit" dengan kadar C-organik di bawah dua persen, sehingga tingkat kesuburannya menurun dan dampaknya produktivitas pertanian melandai.

Kepala Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Balitbangtan Kementan Dr Ladiyani Retno Widowati, MSc di Jakarta, Jumat mengatakan, hal itu disebabkan sejak 1980, Indonesia menerapkan pertanian intensif yang hanya berbasis pupuk anorganik.

"Kita melupakan pupuk organik. Kita juga jarang mengembalikan biomassa ke lahan. Dampaknya tanah menjadi sakit dengan indikator C-organik rendah. Di masa lalu, tanah kita masih sehat dengan kadar C-organik 2-5 persen, kini umumnya kurang dari dua persen," katanya pada webinar tentang "Pembuatan Pupuk Organik".

Baca juga: Balitbangtan kembangkan teknologi peningkatan produktivitas lahan rawa

Produktivitas lahan dapat dikembalikan bila tanah disehatkan lagi dengan meningkatkan kadar C-organik, lanjutnya, caranya dengan mengembalikan sebanyak mungkin biomassa ke tanah prakteknya melalui pemberian pupuk organik.

Menurut Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry, sebetulnya teknologi pembuatan pupuk organik telah dikuasai oleh para peneliti dan petani maju di Tanah Air.

"Tugas kita menderaskan informasi teknologi tersebut ke petani seluas mungkin. Tujuannya agar setiap petani mampu menyehatkan tanahnya sendiri," katanya.

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran atau bagian tubuh hewan serta limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa.

"Bentuk pupuk organik dapat berupa padat atau cair. Ia juga dapat diperkaya bahan mineral atau mikroba bermanfaat," kata Fadjry.

Pengayaan tersebut untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP)  Husnain, PhD menambahkan kunci menghasilkan pupuk organik bermutu adalah pengomposan.

"Dengan pengomposan proses dekomposisi biomassa dapat dikendalikan dengan baik," katanya.

Untuk itu, tambahnya, teknik pengomposan yang tepat itulah yang diajarkan pada publik.

Dengan sosialisasi teknologi pembuatan pupuk organik itu diharapkan petani dapat mengkombinasikan pupuk organik dengan anorganik.

"Dengan cara itu degradasi lahan dapat dicegah. Produktivitas lahan pun dapat kembali meningkat bila kadar C-organik tanah di atas dua persen," kata Husnain.

Baca juga: Balitbangtan siap buka 79.142 ha lahan rawa dukung ketersediaan pangan
Baca juga: Balitbangtan targetkan tanam Inpari IR Nutri Zinc 10 ribu ha

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2020