Seoul (ANTARA News) - Kantor berita di kawasan Asia dan Eropa dianjurkan untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) agar tetap dapat bertahan dalam persaingan saat ini dengan tidak mengabaikan nilai jurnalisme dalam penulisan berita, ujar seorang pengamat pers Jerman.

Dalam sesi diskusi di hari kedua Forum Editor Asia-Eropa ke-10 di Seoul, Selasa, Direktur Berita Internasional kantor berita Jerman DPA, Dr. Heinz Rudolf, mengatakan bahwa perusahaan media akan dapat bertahan apabila perusahaan tersebut dapat memahami "trend" dan gaya kehidupan pembacanya dan mencoba untuk menerapkan segala bentuk komunikasi yang ada.

Arsitektur Internet yang semakin terbuka merupakan undang-undang IT dari suatu masyarakat yang dapat melakukan komunikasi jurnalisme secara digital dan konsekwen, kata pengamat pers itu.

Kebebasan pers sekarang diinterpretasikan oleh wartawan maya sebagai kebebasan untuk menyampaikan pendapat tanpa ada batas norma-norma susila. "Kebebasan pers sendiri ditafsirkan hanya sebagai jaminan bagi pers cetak gaya lama," katanya.

Kenyataannya, menurut dia, jurnalisme Internet dianggap lebih maju sejak teknologi dunia maya ini dapat mentransformasikan penonton, pendengar dan konsumen berita di masa lampau menjadi peserta media teater dewasa ini.

Misalnya seseorang yang ingin mengetahui bagaimana kisah suku Aborigin di Australia, ia cukup masuk ke Internet dan menunggu sebentar untuk mendapat penampilan keterangan yang diinginkan di layar komputer atau telepon genggam mereka. Semua yang diinginkan akan mudah didapat.

Rudolf mengatakan jurnalisme yang baik adalah segala yang berkaitan dengan penelitian, investigasi dan analisis mengenai fakta and bukti.

Berita yang ditulis dengan baik, kaya dengan latar belakang melalui penelitian dan investigasi dapat menunjukkan arah yang baik sebagai kantor berita yang modern.

Pelayanan yang baik bagaimanapun merupakan obat. "Kenapa kita tidak tunjukkan kepada pelanggan kita bagaimana berita itu dapat berkembang. Kenapa kita tidak berinteraksi dengan klien kita sementara membuat berita dan kenapa tidak menawarkan `berita sedang dibuat kepada klien kita," ujarnya.

Sebelumnya, Felix Soh, selaku pengamat pers yang juga seorang editor media digital "Singapore Press Holdings" mengatakan nasib media cetak sulit untuk diselamatkan dari kebangkrutan jika tidak mau menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital.

Kemajuan industri berita melalui Internet dalam sepuluh tahun terakhir ini telah membawa dampak negatif terhadap media cetak di dunia sehingga mau tak mau media cetak harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, ujarnya.

"Kalau tidak, media cetak akan kalah bersaing. Kalau kondisinya seperti ini maka media cetak akan mati karena masyarakat yang melek teknologi tidak mau lagi baca koran dan cenderung beralih ke Internet maupun blogger dan sebagainya," katanya.

Dalam dua tahun ke depan, nilai pasar koran secara global akan tetap menurun dan bahkan kondisinya bisa juga berlangsung sampai tahun 2013 dan tidak akan bisa bangkit seperti yang diharapkan, tegasnya.

Menurut dia, masyarakat pers terbagi atas dua kubu yakni kubu krisis dan kubu optimistis dalam melihat masalah kemajuan dunia maya yang berkembang menjadi alat berita.

Kubu krisis cenderung mencari kelompok lain untuk dipersalahkan atas keadaan ini. Misalnya Google, bloggers, dan laman yang dinilai tidak bertanggung jawab atas peranannya dalam hal diseminasi berita.

Kubu ini mencoba untuk mempertahankan kondisi masa lampau dan berharap melalui doa. Sementara kegagalannya antara lain adalah kurang mampu dan tanggap menyesuaikan diri terhadap perubahan teknologi informasi.

Selain itu, ketergantungan pada iklan yang kurang efisien sudah berlangsung begitu lama ditambah dengan ongkos produksi yang tinggi serta harga kertas yang mahal dari waktu ke waktu sudah tidak bisa dielakkan lagi, tambahnya.

Sementara itu, kubu masyarakat yang optimistik selalu yakin akan masa depan dan ini dapat dilihat dari studi yang dilakukan NAA-Nielsen pada Juni 2009. Studi ini menunjukkan bahwa laman koran di Amerika hampir mencapai 36 persen dari seluruh masyarakat online di negara tersebut.

Laporan NAA-Nielson menunjukkan bahwa iklan online lebih efektif karena jumlah pengunjung laman koran dapat dilihat.

Kubu masyarakat optimistis ini mengeksploitasi inovasi seperti produk online dan kolaborasi untuk menciptakan cara baru membuat berita, mencoba banyak hal serta melihat kira-kira apa yang sangat menjanjikan.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009