Beijing (ANTARA News) - Setelah sukses menyelenggarakan Olimpiade, China kembali melakukan kegiatan spektakuler dengan mengumpulkan 135 pemilik dan CEO media dari 7O negara di Beijing dalam sebuah pertemuan yang disebut World Media Summit atau WMS.

Presiden China Hu Jintao membuka Pertemuan Media Sedunia itu, Jumat, dengan menyerukan agar pemimpin dan awak media sedunia bersatu untuk perdamaian, membantu pemulihan krisis ekonomi, mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global, dan terorisme dengan pemberitaan yang obyektif dan bertanggungjawab.

"Media memiliki pengaruh besar dalam penggalangan agenda dan opini publik," kata Hu di hadapan bos-bos media sedunia.

Tampak hadir Rupert Murdoch (yang dikenal sebagai Raja Media dan bos News Corporation), David Schlesinger (Pemimpin Redaksi Thomson-Reuters) dan Presiden Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik Ahmad Mukhlis Yusuf yang juga Dirut Perum LKBN Antara.

Bertindak sebagai tuan rumah adalah Li Congjun (Presiden Kantor Berita China Xinhua) yang menyebut WMS sebagai sebuah Olimpiade di industri media. "Seorang eksekutif dari jaringan televisi CNN menyamakan WMS sebagai olimpiade. Saya kira juga demikian," katanya dalam sebuah wawancara dengan pers.

Xinhua mengundang bos media dari 62 kantor berita, 29 koran dan majalah, 30 stasiun radio dan televisi, dan sejumlah group usaha media termasuk Dahlan Iskan dari Jawa Pos Group dan Kelompok Kompas Gramedia yang diwakili Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredjo.

Menurut Li Congjun, pada saat Cina melaksanakan Olimpiade Beijing tahun lalu, ia bertemu dengan sejumlah tokoh pers dan pemilik media dunia. Mereka akhirnya sepakat untuk menyelenggarakan WMS yang dimaksudkan untuk mendiskusikan bagaimana mengintegrasikan media tradisional dengan media baru yang bercirikan multimedia.

Topik yang dibahas antara lain respon media terhadap krisis keuangan, tantangan dan peluang di era digital dan multimedia, dampak teknologi terhadap perkembangan media dan perubahan cara kerja di dapur redaksi dan munculnya superjurnalis yang memproduksi tidak hanya teks, tapi juga foto, audio dan video.

Revolusi digital

Rupert Murdoch mengatakan, saat Beijing menyelenggarakan Olimpiade, seluruh mata menuju ke Cina. Kini media dunia juga fokus ke Cina di mana para pemimpin, pemilik dan penerbit berkumpul untuk membicarakan bagaimana pers mengantisipasi masa depan.

"Revolusi digital membuat industri media jungkir balik. Digital bukan tujuan, tapi alat untuk lebih mempercepat distribusi informasi untuk melayani hak masyarakat untuk mengetahui," katanya sambil memuji kebijakan pintu terbuka Cina di era digital.

CEO kantor berita Associated Press (AP) Thomas Curley mengatakan media harus mencari lahan usaha dan pendapatan baru dengan memanfaatkan perkembangan Internet, wikipeda, facebook, dan Youtube. Perkembangan teknologi informasi menjadi peluang bisnis seperti AP yang menandatangani kerja sama dengan Yahoo untuk mengisi kontennya.

Sebagai kantor berita AP, katanya, harus menyesuaikan diri dengan aturan main baru dalam era digital sekaligus tetap menjaga core businessnya sebagai penyedia konten.

Pemimpin Redaksi Reuters-Thompson David Schlesinger mengatakan, media perlu mendorong transparansi dalam pasar keuangan. Media di China misalnya perlu mendorong pasar keuangan di negeri itu untuk lebih terbuka, karena rumor bisa sangat mempengaruhi gonjang-ganjingnya bursa saham. (*)

Pewarta: handr
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009