Sydney (ANTARA News) - Dua warga negara Indonesia, Beni dan Mohamad Tahir, masih terus menjalani proses pengadilan atas kasus penyelundupan manusia di Darwin namun 42 orang pencari suaka asal Afghanistan yang menumpang kapal yang mereka awaki 16 April lalu justru akan diberi status residen tetap.

Perihal tentang keputusan pemerintah Australia memberi status "residen tetap" (PR) bagi 42 orang pria Afghanistan itu menjadi salah satu berita utama berbagai media setempat, seperti Harian The Australian dan Stasiun TV "Channel Seven" Senin pagi.

Ke-42 orang pencari suaka ilegal asal Afghanistan itu akan mendapatkan status PR mereka mulai pekan ini. Sementara itu, informasi yang dihimpun ANTARA dari Konsulat RI Darwin menyebutkan bahwa Beni dan Tahir masih menjalani proses pengadilan atas kasus mereka.

Kapal yang dinakhodai Beni dan Tahir meledak dan menewaskan lima orang dari 47 orang penumpangnya pada 16 April lalu. Keduanya bersama sejumlah pencari suaka terluka dan sempat dirawat di rumah sakit di Brisbane dan Perth.

Berdasarkan hukum Australia, para pelaku penyelundupan manusia diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Mengenai peranan Tahir di perahu yang meledak itu, Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth, Ricky Suhendar, pernah mengatakan kepada ANTARA bahwa berdasarkan pengakuan Tahir, tugas resminya adalah juru masak namun ia juga bergantian mengendalikan kemudi kapal dengan Beni.

Kapal kayu yang dinakhodai Mohamad Tahir dan Beni itu ditangkap kapal perang Australia, HMAS Albany, sekitar dua mil dari Pulau Karang Ashmore pada 14 April namun kemudian terjadi insiden "ledakan" di kapal itu ketika dikawal HMAS Albany menuju Pulau Christmas, Australia Barat, 16 April pagi.

Kapal kayu ini merupakan kapal pengangkut migran gelap keenam yang ditangkap di perairan Australia. Hingga akhir Mei, sudah ada belasan perahu pengangkut pencari suaka asing yang ditangkap aparat keamanan laut Australia atau jauh melampaui jumlah kapal yang menerobos perairan negara itu tahun lalu.

Kubu oposisi Australia menuding kebijakan pemerintah federal yang lemah sebagai akar masalah namun Perdana Menteri Kevin Rudd justru melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia.

Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru.

Kebijakan ini kemudian dihapus pemerintahan PM Rudd dengan sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas. Total jumlah pencari suaka asing yang kini ditahan di Pusat Christmas diperkirakan mencapai sedikitnya 315 orang.

Sejak maraknya serbuan perahu-perahu penyelundup manusia ke Australia, sudah 23 warga Indonesia yang ditahan di Penjara Hakea Perth, Australia Barat, sedangkan di Penjara Berrimah Darwin, ada tiga orang Indonesia yang ditahan dalam kasus yang sama. Mereka adalah Ahmad Olong, Beni dan Mohamad Tahir. (*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009