Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Reform Institue, Yudi Latif, Kamis, mengimbau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak merangkul seluruh kekuatan masuk ke dalam gerbong koalisi pemerintaha agar ada kekuatan politik di luar koalisi pemerintahan yang bisa memberikan pengawasan terhadap pemerintah sehingga demokrasi bisa ditegakkan.

"Kalau Presiden Yudhoyono merangkul seluruh kekuatan politik, termasuk merangkul kader profesional dari Partai Golkar dan PDI Perjuangan ke dalam kebinet pemerintahannya, dikhawatirkan demokrasi tidak berjalan optimal karena tidak ada lagi yang melakukan fungsi pengawasan," kata Yudi.

Tanpa merangkul kedua parpol itu, pemerintahan Yudhoyono di eksekutif maupun legislatif sudah kuat karena telah didukung sekitar 60 persen anggota legislatif, sebaliknya jika masih merangkul Partai Golkar dan PDI Perjuangan, maka terjadi pelemahan daya kritis, terutama legislatif.

"Padahal, tugas dewan tugas DPR salah satunya adalah melakukan fungsi pengawasan," katanya.

Menurut dia, fungsi pengawasan bisa terlaksana di DPR jika ada derajat perbedaan suara di luar gerbong koalisi. Jika seluruh kekuatan telah dirangkul dan tidak ada lagi kekuatan di luar koalisi, maka DPR tidak bisa menjalankan fungsi pengawasan karena akan tunduk pada eksekutif.

Dalam penyusunan kabinet pemerintahan lima tahu ke depan, staf pengajar Universitas Paramadina Jakarta ini mengimbau Presiden Yudhoyono untuk lebih memprioritaskan kader profesional dari koalisi partai politik yang telah mengusungnya sebagai Presiden kedua kalinya.

"Pemilihan figur profesional dari parpol pengusung tentunya tetap memperhatikan kriteria, persyaratan, dan prosedur yang ditetapkan oleh Presiden Yudhoyono," kata Yudi.

Dengan mengakomodasi kader profesional dari parpol pengusung, kata dia, maka ada keseimbangan antara kapasitas dan akseptabilitas, yakni antara kriteria dan persyaratan yang ditetapkan serta kepercayaan parpol pengusung dan masyarakat konstituennya.

Menurut dia, jika Presiden Yudhoyono juga mengakomodasi kader prefesional dari Partai Golkar dan PDI Perjuangan yang tidak masuk dalam koalisi parpol pengusung, hendaknya juga ditempatkan pada prioritas berikutnya.

Ia mengingatkan, berdasarkan fatsun politik, Presiden Yudhoyono hendaknya tidak mengabaikan begitu saja aspirasi calon menteri dari sejumlah parpol yang telah berkeringat mengusungnya pada pemilihan presiden, Juli lalu.

"Jika Presiden Yudhoyono merangkul seluruh kekuatan politik di eksekutif dan legislatif, dikhawatirkan pada akhir masa jabatan lima tahun mendatang, ada parpol dan kadernya yang tidak disiplin dan loyal, sehingga akan merugikan Presiden Yudhoyono sendiri," katanya.

Dari 23 parpol yang berkoalisi mengusung pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, lima di antaranya memiliki kursi di DPR yakni, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Empat parpol lainnya yang mendapat kursi di DPR di luar gerbong koalisi yakni Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Namun, Presiden Yudhoyono sudah mengisyaratkan akan berkoalisi dengan Partai Golkar di pemerintahan. (*)



Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009