Tangerang (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan saksi penyidik atau verbalisant dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkanaen, Dirut PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), karena saksi mahkota sudah dua kali menolak memberikan keterangan di PN Tangerang.

"Pekan depan kami akan mengajukan saksi `verbalisant` karena saksi mahkota sudah dua kali menolak," kata JPU Riyadi pada sidang pembunuhan Nasrudin dengan terdakwa Daniel Daen Sabon di PN Tangerang, Banten, Kamis.

Menurut dia, meski saksi "verbalisant" tidak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Metro Jaya, namun tetap mengajukan dengan alasan saksi mahkota sudah dua kali menolak.

Para saksi mahkota yang menolak adalah Heri Santosa alias Bagol, Hendrikus Kiawalen alias Hendrik dan Eduardus Ndopo Mbete alias Edo serta Fransiscus Tadom Kerans alias Amsi.

Penolakan kedua pada sidang Senin (12/10) dengan berbagai alasan seperti sakit, belum siap dan melakukan koordinasi dengan pengacara.

Sedangkan saksi "verbalisant" yang diajukan jaksa yakni para penyidik Tahan Marpaung, Tugiyanto, James H, Anton Aprianto, dan Budiman Setiono.

Saksi mahkota Eduardus pada sidang Senin (12/10) mengatakan alasan penolakan memberikan keterangan akibat adanya tekanan dari penyidik.

Riyadi mengatakan, bila saksi mahkota tidak mau memberikan keterangan dianggap memperlambat waktu dan telah melanggar azas persidangan yang cepat, mudah dan biaya ringan.

Sementara itu, hakim HM Asnun mengatakan agar jaksa menunda mengajukan saksi "Verbalisant" sebelum saksi mahkota bersedia memberikan kesaksian kasus Nasrudin.

Nasrudin ditembak Daniel Daen Sabon usai bermain golf di Padang Golf Modernland Kota Tangerang ketika hendak pulang ke rumahnya di Perumahan Banjar Wijaya, Kecamatan Pinang Kota Tangerang.

Korban terkena timah panas dalam kendaraan sedan warna silver nomor polisi B-191-E ketika berada di Jalan Hartono Raya Perumahan Modernland Kota Tangerang, 14 Maret 2009 pukul 14:30 WIB.

Daniel tidak sendirian melainkan melibatkan rekannya yakni Heri Santosa, Hendrikus Kiawalen, Eduardus Ndopo Mbete serta Fransiscus Tadom Kerans.

Para terdakwa dijerat dengan hukuman berlapis yakni pasal 340 juncto pasal 55 ayat I ke-1 atau ke-2 dengan ancaman maksimal yakni mati.

Aksi mereka mereka juga menyeret mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dan mantan Kapolres Metro Tangerang dan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Wilardi Wizar serta Sigit Haryo Wibisono serta Jerry Hermawan Jo. (*)

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2009