Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan merevisi target bauran energi primer nasional dengan lebih banyak memakai panas bumi yang potensinya melimpah, namun belum termanfaatkan secara optimal.

Menteri ESDM, Darwin Zahedy Saleh usai rapat pimpinan Departemen ESDM di Jakarta, Jumat, mengatakan, revisi bauran energi tersebut merupakan salah satu program 100 hari yang akan dilakukannya.

"Revisi bauran energi ini diharapkan selesai paling lambat Maret 2010," katanya usai rapat pimpinan pertama setelah dirinya menjabat Menteri ESDM.

Sesuai skenario optimal bauran energi primer nasional tahun 2025, pemanfaatan panas bumi ditargetkan mencapai 6,3 persen.

Komposisi lainnya adalah batubara 34,4 persen, gas bumi 21,1 persen, minyak bumi 20,2 persen, bahan bakar nabati (BBN) 10,2 persen, gas metana batubara (coal bed methane/CBM) 3,3 persen, batubara cair 3,1 persen, dan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti air, surya, bayu, dan sampah 1,4 persen.

Sedang, skenario nonoptimalnya adalah minyak bumi 41,7 persen, batubara 34,6 persen, gas bumi 20,6 persen, air 2 persen, dan panas bumi 1,1 persen.

Padahal, Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang melimpah yakni mencapai 27.670 MW. Sementara, kapasitas terpasang pembangkit berbahan bakar panas bumi hanya 1.052 MW.

Menurut Darwin, pihaknya akan melihat kendala aturan guna mempercepat pemanfaatan panas bumi.

Ia mengatakan, dalam program pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap kedua, direncanakan sebanyak 4.700 MW memakai bahan bakar panas bumi.

Selain merevisi bauran energi, lanjutnya, restrukturisasi regulasi lainnya dalam 100 hari adalah aturan menyangkut panas bumi dan pemanfataan gas metana batubara (coal bed methane/CBM) agar bisa menghasilkan energi pada 2011.

Darwin juga mengatakan, pihaknya akan menyiapkan regulasi menyangkut rencana strategis (renstra) ketenagalistrikan tahun 2015-2025 dan renstra induk petrokimia.

"Semua program restrukturisasi regulasi tersebut ditargetkan selesai paling lambat Maret 2010," ujarnya. (*)

Pewarta: handr
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009