Denpasar (ANTARA News) - Kumpul-kumpul di pinggir jalan untuk sekadar "mabalih anak ngaliwat" atau "manawat", yakni menyaksikan orang lewat, masih mewarnai perayaan Hari Raya Kuningan di sejumlah daerah di Pulau Dewata, Sabtu.

Pemandangan  itu terlihat di sejumlah ruas jalan Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung dan Denpasar yang menunjukkan bahwa aktivitas "manawat" masih dilakukan sebagian warga di daerah-daerah tersebut.

Aktivitas "manawat" yang telah menjadi tradisi bagi sebagian orang Bali, umumnya dilakukan warga di beranda atau bagian depan rumah penduduk yang dibangun di pinggir jalan raya atau jalan penghubung antardesa.

"Manawat" dilakukan warga pada siang dan sore hari, yakni setelah seluruh rangkaian upacara dan persembahyangan berkenaan dengan Hari Raya Kuningan usai dilaksanakan umat Hindu di pura atau tempat ibadah lainnya.

Sambil ngobrol-ngobrol dan bercanda, peserta "manawat" yang tidak jarang antara lima sampai sepuluh orang di suatu tempat, pada intinya melakukan kegiatan tersebut untuk mengisi liburan.

Pande Gede Widana, tokoh masyarakat di Desa Nongan, Kabupaten Karangasem, mengatakan bahwa usai sembahyang di Hari Raya Kuningan ini, warga pada umumnya mengisi sisa waktu dengan menghibur diri.

Salah satu tradisi menghibur diri tersebut, ialah dengan "manawat" di pinggir jalan, ucapnya.

"Entah bagaimana, orang Bali umumnya begitu suka menyangsikan orang-orang yang lewat di sekitarnya," kata Widana, sambil menambahkan, "Maklum pada liburan hari raya seperti ini, kan juga banyak orang yang lalu-lalang atau lewat di jalanan. Nah orang-orang yang lewat itulah yang ditonton."

"Manawat" menjadi lebih menarik, setelah pesertanya juga terlibat obrolan "kangin-kauh" (barat-timur), atau bahkan tidak jarang saling ledek antarmereka untuk sekedar mengundang tawa.

Pendeknya, lanjut Widana, tradisi "manawat" dilakukan warga untuk mengisi sisa waktu sebelum malam tiba, setelah pagi hingga siang sebelumnya sibuk melaksanakan ritual atau upacara keagamaan berkenaan dengan Hari Kuningan. (*)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009