Hua Hin (ANTARA News) - Perubahan yang telah dilakukan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam menawarkan kemudahan pinjaman akan dijadikan acuan bagi menteri keuangan ASEAN+3 untuk menyusun persyaratan teknis pemberian pinjaman dalam kerangkan "Chiang Mai Initiative (CMI)."

Menteri Keuangan Sri Mulyani di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-15 ASEAN di Hua Hin, Thailand, Sabtu, mengatakan salah satu yang masih perlu dibahas oleh menteri keuangan ASEAN+3 adalah perubahan drastis yang telah dilakukan oleh IMF yang kini memberikan pinjaman tanpa persyaratan bagi negara yang memerlukan likuiditas.

"Yang dibahas antara menteri-menteri keuangan adalah dengan adanya krisis global ini IMF tiba-tiba berubah drastis, dia membuat instrumen yang tidak ada `conditionality`nya. Kalau begitu `comparative advantage`nya nanti apa dibanding IMF," tuturnya.

Menteri-menteri keuangan ASEAN+3, menurut dia, menyadari kondisi tersebut sehingga persyaratan pinjaman dalam kerangka CMI harus lebih mudah, dan akan menjadikan penawaran kredit fleksibel tanpa persyaratan dari IMF sebagai acuan.

"Jadi ada semacam akselerator yang mempercepat semua ini," ujarnya.

Apalagi, menurut Menkeu, lahirnya gagasan CMI adalah sebagai kritik balik terhadap IMF yang dinilai terlalu banyak persyaratan serta sangat berorientasi ke barat saat menangani krisis Asia pada 1997.

"Padahal kita sebagai Asia ingin tunjukkan ciri khas dan juga inisiatif ini sebagai bentuk kooperasi atau kerjasama yang baik. Oleh karena itu sekarang kita harus mempertimbangkan dari reformasi IMF sendiri yang sudah cukup radikal. Jadi jangan-jangan dulu kita mengkritik IMF karena dianggap terlalu banyak persyaratan, dan sekarang dia lebih maju dan kita yang banyak persyaratan," tuturnya.

Sri Mulyani menjelaskan, saat ini pembahasan yang belum selesai adalah mengenai basis lokasi surveilance unit dari CMI, persyaratan teknis, termasuk aturan pengawasan penggunaan dana pinjaman dan persetujuan bank sentral ASEAN+3 tentang opsi pooling dana senilai 120 miliar AS tersebut.

Menjelang target waktu implementasi CMI pada akhir 2009, Menkeu optimistis masalah lokasi penempatan surveilance unit yang masih diperebutkan oleh Thailand, Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan dapat diselesaikan.

Sedangkan prosedur teknis penyaluran dana yang masih dibahas adalah tentang berapa kali kuota yang dapat diberikan sebagai dana pinjaman bagi negara ASEAN yang mengalami kekeringan likuiditas.

"Kemarin sudah dibahas 20 persen di antara sepuluh negara ASEAN dari 120 miliar dolar AS itu dibagikan di antara kita sendiri. Lima negara besar di ASEAN dibedakan dari lima negara kecil," ujarnya.

Selain masalah kuota, Sri Mulyani menjelaskan, prosedur teknis yang masih harus dibahas adalah tentang cara menarik dana dan pengawasan penggunaan dana tersebut. Menkeu optimistis CMI dapat diimplementasikan sesuai jadwal karena negara-negara Asia Timur berkeinginan menjadi penyeimbang dari pengaruh barat dalam tatanan ekonomi global.

"Jadi tujuan itulah yang akan diwujudkan sehingga kerjasama di antara negara-negara Asia Timur ini harus dijadikan landasan kepentingan bersama untuk membuat suatu alternatif terhadap rejim global yang hanya didominasi oleh satu institusi saja," demikian Sri Mulyani.(*)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009