Nagoya (ANTARA News) - Memasuki halaman pabrik mobil Toyota Tsutsumi Plant di Aichi Prefecture, Nagoya, Jepang, seperti tidak sedang berada di suatu kawasan industri raksasa.

Bunyi mesin pabrik, yang biasanya bising, tak terdengar. Jalan di dalam kawasan pabrik itu mulus, lingkungan tertata apik, bersih dan asri. Padahal, selain Tsutsumi, ada dua pabrik Toyota lain yang posisinya berdekatan di tempat yang populer dengan nama Toyota City itu, yakni Takaoka dan Motomachi Plant.

Yang terlihat justru hamparan kehijauan di area pabrik seluas 100 hektare lebih, mulai dari lahan parkir hingga ke atap bangunan. Bahkan, di beberapa tempat dibuat kolam ikan yang berisi air hasil penyulingan limbah cair pabrik.

Kondisi demikian memang menjadi komitmen Toyota Motor Corporation (TMC) sebagai produsen otomotif terbesar di Jepang. TMC yang juga berkantor pusat di kawasan tersebut, ingin membuat Tsutsumi Plant sebagai model industri berwawasan lingkungan yang komprehensif.

Bagi TMC, kendaraan hemat energi yang diproduksinya harus berasal dari pabrik yang ramah lingkungan dengan para pekerja dan komunitas sekitar yang juga cinta lingkungan. Semangat itu jelas terpancang dalam slogan TMC bahwa "Eco Cars are the Product of Eco plants and Eco-people".

Upaya membuat pabrik Toyota akrab dengan lingkungan sudah disiapkan manajemen TMC jauh-jauh hari. Toyota mencanangkan aspek lingkungan menjadi prioritas utama sebagaimana tertuang dalam Piagam Bumi atau The Toyota Earth Charter 1992.

Inti dari piagam tersebut adalah komitmen Toyota untuk melakukan pendekatan lingkungan secara menyeluruh.

Tidak berhenti di situ, pada Juli 2007 manajemen Toyota mengumumkan tiga inisiatif berkelanjutan. Yakni berkelanjutan pada produk, berkelanjutan pada pabrik melalui monozukuri (hasil dari proses transformasi teknologi dan ketrampilan) serta aktivitas berkelanjutan lainnya yang berkontribusi pada kesejahteraan karyawan dan masyarakat sekitarnya.

Tsutsumi Plant yang memproduksi mobil hibrida Prius, kemudian ditunjuk sebagai model yang mampu mengharmonisasikan antara keberadaan pabrik dan lingkungan maupun penduduk lokal.

"Tujuan tersebut kami sebut sebagai Toyota Global Vision 2020," kata General Manager Administrative Division Tsutsumi Plant TMC Hidenori Nagai kepada wartawan dari sejumlah negara Asia yang mengunjungi pabrik tersebut, pekan lalu.

Maka dibuatlah tiga pilar yang bisa menjadikan Tsutsumi sebagai pabrik eco-kaizen (selalu melakukan kegiatan pelestarian lingkungan secara berkesinambungan) nomor satu di dunia. Pertama, melalui kegiatan penghijauan pabrik, kedua penggunaan energi terbarukan, dan ketiga, kesadaran untuk selalu menggunakan pendekatan pola pikir lingkungan (eco-thinking).

Proyek penghijauan pabrik yang berdiri tahun 1970 ini langsung dicanangkan pada Agustus 2007 melalui program "Forestation for Life" dengan mengundang Profesor Akira Miyawaki, pakar dari Yokohama National University. Para karyawan pabrik diberi pengetahuan mengenai pentingnya memilih jenis tanaman yang secara alamiah bisa tumbuh dengan baik di area Tsutsumi Plant.

Program tersebut dibarengi dengan kegiatan penanaman serentak lebih dari 5.000 pohon pada Januari 2008, yang diikuti pegawai dan keluarganya serta anggota masyarakat lokal.

Hasilnya bisa dilihat saat ini. Pohon-pohon besar tumbuh di pintu masuk seakan mengucapkan selamat datang bagi para pengunjung serta menciptakan suasana mirip di hutan, kata Assistant Manager Engineering Service Departement Tsutsumi Plant Sakimura Tomio.

Di Tsutsumi dikembangkan pula kawasan biotop, semacam habitat vegetasi, sebagai tempat interaksi antara lingkungan pabrik dengan masyarakat setempat. Dari biotop tersebut komunitas sekitar pabrik terutama anak-anak dapat belajar mengenai lingkungan dan keanekaragaman hayati, tambah Sakimura Tomio.


Panel Surya

Pabrik tersebut juga telah mengadopsi teknologi energi terbarukan atau eco-kaizen. Antara lain dengan memasang panel sel surya di atap pabrik yang ditumbuhi rumput hijau subur. Ada sekitar 12 ribu panel energi surya yang bisa menghasilkan daya listrik hingga 2.000 kilowatt.

Sistem ini diklaim Toyota sebagai terbesar di dunia yang telah diterapkan untuk industri otomotif karena setara dengan pemenuhan listrik bagi 500 rumah di Jepang. Penggunaan solar panel mampu mengurangi emisi gas karbon (CO2) sebesar 740 ton per tahun atau setara dengan 1.500 barel minyak mentah.

Cahaya matahari dimanfaatkan pula sebagai penerang di dalam ruang perakitan. Sinar surya dibiarkan masuk melewati tabung-tabung yang menempel di langit-langit ruangan sehingga terkesan cahaya itu berasal dari lampu.

Agar udara di ruangan tetap bersih, dinding pabrik menggunakan cat khusus dengan teknologi yang dinamakan "photocatalitic paint". Cat jenis ini bisa membersihkan udara, sekaligus membersihkan debu dari dinding, dan kemampuannya membersihkan udara hampir sama dengan 2.000 pohon.

Di luar itu, Toyota berusaha untuk terus meningkatkan kepedulian para pekerjanya terhadap lingkungan dan bersama penduduk lokal menciptakan masyarakat berkelanjutan. Para karyawan diajak untuk mengumpulkan stiker eco-point sebanyak-banyaknya melalui berbagai kegiatan yang berkaitan kebersihan lingkungan.

Jika jumlah pegawai yang sadar lingkungan meningkat maka diharapkan dapat mengurangi sampah di pabrik maupun areal sekitar sehingga menghasilkan pabrik yang kian hijau. Program eco-point itu dibangun sebagai simbol dari pengembangan eco-thinking di Tsutsumi Plant.

Dengan berbagai upaya tersebut wajar bila pabrik ini menjadi percontohan dalam pengelolaan limbah bagi pabrik-pabrik Toyota lainnya di dunia. Fasilitas produksi di Tsutsumi benar-benar bebas limbah maupun sampah produksi, termasuk limbah air.

Tsutsumi Plant memakai mikroorganisme untuk menguraikan air dan limbah berupa lumpur atau bahan lain. Melalui beberapa kali penyaringan, air yang tadinya keruh berubah menjadi bersih dengan PH (keasaman) berkisar 6,8. Air bersih itu kemudian dialirkan ke sungai sehingga air dari pabrik bukan mengotori, justru membersihkan sungai.

Sementara limbah padat yang sudah dipisahkan dijadikan bahan dasar pembuatan semen.

Di pabrik bersih dan hijau inilah diproduksi Toyota Prius, yang kini menjadi ikon kendaraan ramah lingkungan di Jepang. Selain Prius, mobil yang diproduksi Tsutsumi Plant adalah Camry, Premio dan Arion, khusus untuk pasar Jepang serta sedan Scion tC yang diekspor ke Amerika Serikat.

Produksi Prius yang dimulai sejak 1997 hingga akhir tahun lalu sudah mencapai 1,26 juta unit. Dengan kemampuan produksi rata-rata 57 detik per kendaraan atau 1.000 kendaraan per hari, Toyota bertekad menguasai pasar mobil hibrida dunia. Terlebih dengan tren tingginya harga minyak serta tuntutan ketersediaan mobil ramah lingkungan.

Itu semua menuntut Toyota agar menempatkan peringkat teratas dalam produksi mobil hibrida.

Konsekuensinya, Tsutsumi Plant sebagai produsen mobil hibrida terbesar Toyota, kini mempunyai peran strategis dalam mewujudkan target tersebut.

Dengan semangat kaizen, untuk terus melakukan aktivitas perbaikan performa yang terpatri di segenap jajaran lini produksi, membuat sasaran tersebut tidak akan terlalu sulit diraih.

Melalui pengembangan aktivitas berkelanjutan itu pula, manajemen TMC percaya mampu menciptakan sebuah korporasi yang secara simultan mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.(*)

Oleh Oleh Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009