Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memeriksa mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung pada 2006.

"Saya kemari diperiksa, ditanya sebagai saksi," kata Siti Fadillah setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, pada pukul 14.30 WIB.

Dia menjelaskan, proyek terkait penanggulangan flu burung itu adalah proyek di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra), bukan di Departemen Kesehatan.

Ketika ditanya substansi pemeriksaan, Siti Fadillah menolak menjelaskan secara rinci. "Saya hanya menerangkan saja," katanya sambil bergegas meninggalkan para wartawan menuju mobil bernomor polisi B 1340 ZF.

Kasus itu telah menjerat mantan Sekretaris Menteri Menko Kesra, Soetedjo Juwono sebagai tersangka pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung pada 2006.

Kasus itu berawal dari rencana pengadaan vaksin flu burung. Namun, dalam pelaksanaanya proyek tersebut berubah menjadi pengadaan alat dan diduga ada penggelembungan harga.

Akibat perbuatan itu, proyek senilai Rp98,6 miliar itu diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp32,6 miliar.

KPK menjerat Soetedjo dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasar penelusuran, pengadaan vaksin flu burung itu diubah menjadi pengadaan beberapa jenis alat kesehatan. Alat kesehatan itu adalah 11 unit Bronchoscopy merk Olympus (Jepang).

Alat dengan harga agen Rp168 juta itu digelembungkan beberapa tahap, yaitu menjadi Rp529,9 juta kemudian Rp538 juta. Penggelembungan harga itu mencapai 220 persen.

Kemudian 25 unit Automatic Film Processor merk Okamoto (Jepang). Alat dengan harga agen Rp36,2 juta itu digelembungkan menjadi Rp98,6 juta atau 172,4 persen.

Setelah itu 25 unit Defribrilator merk Criticare dari Amerika Serikat. Harga alat itu digelembungkan dari Rp30,6 juta menjadi Rp101,5 juta kemudian Rp103,3 juta. Total penggelembungan itu mencapai 237 persen.

Terkhir adalah 25 unit Nebulizer dengan merk Shin Ei dari Jepang. Harga alat itu digelembungkan dari Rp8,03 juta menjadi Rp20,1 juta atau 151 persen.(*)

Pewarta: ferly
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009