Sleman (ANTARA News) - Proses penciptaan motif pada kain batik tidak asal dibuat, tetapi harus mengandung nilai filosofi sebagai ungkapan cipta rasa dan karsa, yang setiap ciri memiliki arti dan makna sendiri.

"Dengan pemahaman ini, maka dalam memakai busana batik tidak asal pakai, tetapi perlu mengerti filosofi yang terkandung di dalamnya sebagai tuntunan berperilaku," kata Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Sleman Aji Wulantoro di sela "fashion show" pakaian batik dalam memperingati HUT Korpri di Sleman, Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, filosofi dalam karya batik itu melingkupi sopan santun, baik kata dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

"Sehingga, apa yang ada dalam filosofi batik sudah sepantasnya apabila diterapkan oleh pemakai batik," katanya.

Ia mengatakan pengenalan batik kepada para anggota Korpri dimaksudkan untuk mengenalkan busana Jawa agar dimengerti dan dipahami, kemudian diharapkan dapat memberi teladan bagi masyarakat.

"Karena batik sudah mendapat pengakuan dari Unesco sebagai salah satu budaya Indonesia, maka masyarakat harus mengenakannya dengan baik, karena batik merupakan karya dan budaya Bangsa Indonesia," katanya.

Sementara itu, pemerhati batik Suliantoro Sulaiman mengatakan kain batik dapat didesain menurut kreativitas para desainer (perancang) busana, yakni bisa dalam bentuk kemeja, rok, kerudung maupun kaus.

"Semua orang bisa memakai desain batik, namun yang perlu diperhatikan adalah batik yang dipakai sesuai dengan acara yang diselenggarakan, misalnya acara formal dengan setelan khusus, namun untuk acara nonformal dapat dipadu dengan jeans," katanya.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009