Jakarta,(ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Rabu, akan menggelar sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan oleh Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.

Perkara dengan Nomor 133/PUU-VII/2009 itu diajukan oleh pimpinan KPK nonaktif Bibit dan Chandra dengan kuasa pemohon antara lain Trimoelja D Soerjadi, Luhut MP Pangaribuan, dan Bambang Widjojanto.

Sebagaimana telah diberitakan, norma materiil yang diujikan adalah Pasal 32 ayat (1) huruf c mengenai pemberhentian pimpinan KPK karena menjadi terdakwa melakukan tindak pidana kejahatan.

Sejumlah alasan Bibit-Chandra mengajukan uji materi UU KPK antara lain karena Pasal 32 ayat 1 huruf (c) merupakan pelanggaran asas praduga tidak bersalah yang diakui, dilindungi, dan dijamin eksistensinya dalam konstitusi Indonesia dan sistem hukum internasional.

Saat berlangsungnya sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, dua pakar hukum Rudy Satrio dan Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan, pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK 30/2002 bertentangan dengan konstitusi.

"Pasal 32 ayat (1) huruf c UU-KPK No 30/2002 terang-benderang melanggar asas persamaan hukum seperti yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," kata Abdul Hakim Garuda Nusantara.

Dengan memberhentikan pimpinan KPK yang telah menjadi terdakwa, ujar dia, maka hal tersebut sama saja dengan melanggar asas praduga tidak bersalah sebagaimana yang terkandung dalam UUD 1945.

Mantan Ketua Komnas HAM itu memaparkan, asas praduga tidak bersalah merupakan asas yang dikembangkan agar aparat negara tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang dan agar publik atau masyarakat tidak bisa memfitnah atau melakukan pencemaran nama baik.

Sementara itu, Rudy Satrio yang merupakan pakar ilmu pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) mengemukakan, dibandingkan sejumlah UU lembaga lainnya, hanya UU KPK yang langsung memberhentikan secara tetap bila pimpinan lembaga tersebut ditetapkan sebagai terdakwa.

Sidang uji materi tersebut banyak disorot oleh media terutama pada 3 November, saat agenda sidang mendengarkan rekaman dugaan rekayasa kasus pidana yang menjerat kedua pimpinan KPK nonaktif tersebut.

Rekaman berdurasi 4,5 jam itu diperdengarkan dalam ruang sidang MK terutama setelah adanya desakan dari para hakim majelis konstitusi yang menilai rekaman tersebut relevan dengan sidang uji materi UU KPK.

Dalam rekaman tersebut, terdapat suara dan nama yang merupakan milik sejumlah petinggi penegak hukum.(*)

Pewarta: adit
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2009