Ambon (ANTARA News) - Komisi B DPRD Provinsi Maluku akan menemui Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu untuk menolak rencana beroperasinya tujuh perusahaan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) di daerah itu.

"Kita harus melakukan pertemuan khusus dengan gubernur membahas rencana pengoperasian tujuh HPH yang sedang mengurus proses perizinannya ke Menteri Kehutanan," kata anggota komisi B, Richard Louhenapessy di Ambon, Selasa.

Penegasan Louhenapessy terkait dengan penjelasan Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Berthy Papilaja dalam rapat komisi yang dipimpin Melky Frans (Fraksi Demokrat) di Ambon.

Mantan Ketua DPRD Maluku periode 2004-2009 ini juga mintakan Dinas Kehutanan Maluku harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap seluruh HPH termasuk mendata secara rinci jumlah lahan hutan yang sudah dikuasai perusahaan pemegang HPH.

Meskipun kewenangan pemberian izin HPH ada di Kabupaten dan Kota, tapi Dishut Maluku harus melakukan evaluasi terhadap keberadaan seluruh HPH dan melalui ketua komisi, katanya.

"Saya minta ada pertemuan khusus dengan gubernur untuk membahas persoalan ini karena sudah waktunya diangkat menjadi sebuah keputusan politik dewan," katanya.

Dari tujuh HPH yang berencana akan beroperasi di Maluku di antaranya PT. Reminal Utama Sakti di Pulau Buru, PT. Abadi Lestari dan Bintang Lima Makmur di Kabupaten Maluku Tengah, PT. Wana Sejahtera Abadi di Kabupaten Kepulauan Aru ditambah tiga calon perusahaan pemegang HPH lainnya yang akan beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Timur.

Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Berthy Papilaja mengatakan, saat ini terdapat 11 perusahaan pemegang HPH ditambah sebuah perusahaan yang sedang memproses izinnya untuk mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Provinsi Maluku.

Luas hutan Maluku mencapai 4.390.640 hektare, terdiri atas hutan konversi 406.569 Ha, hutan lindung 618.744 Ha, hutan produksi terbatas 926.533 Ha, hutan produksi 667.513 Ha dan hutan yang dapat dikonversi seluas 1.771.281 Ha.

Ketua Komisi B, Melky Frans mengatakan, selain mengagendakan rapat khusus dengan gubernur, komisi juga mengharapkan perlunya dibentuk sebuah produk hukum tentang Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi hak-hak ulayat masyarakat adat di daerah itu yang kawasan hutannya dijadikan lokasi pengoperasian perusahaan pemegang izin HPH.

"Perda seperti ini bisa dilakukan oleh Dinas Kehutanan atau inisiatif DPRD agar hak-hak ulayat masyarakat adat bisa terlindungi, mengingat masih ada keluhan warga yang hutannya dijadikan lahan HPH tapi kompensasi ganti ruginya sering terlambat atau diabaikan," katanya.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009