Denpasar (ANTARA News) - Sejak 2005 hingga 2006, PT Tiara Dewata Group (TDG) diduga telah menggelapkan pajak hingga Rp23 miliar lebih dengan modus membuat pembukuan ganda.

Hal itu terungkap saat persidangan dugaan penggelapan pajak PT Tiara Dewata Group (TDG) dengan terdakwa Andy Haryono, Pimpinan Outlet (PO) PT Karya Luhur Permai/Tiara Dewata yang digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu.

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Sigit Sutanto SH itu mengagendakan acara pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) I Nyoman Sucitrawan, SH, yakni Teguh Harianto (ahli perhitungan kerugian negara) dan Agus Purnomo Adi (ahli peraturan pajak).

Saksi Teguh mengaku pernah melakukan penghitungan pajak untuk tahun 2005 dan 2006 di PT Karya Luhur Permai sebagai wajib pajak (WP).

Dari hasil perhitungan tersebut, saksi menemukan pajak yang belum dibayarkan wajib pajak meliputi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

"Untuk tahun 2005 dan 2006 jumlahnya sekitar Rp23 miliar lebih," sebut saksi.

Menurutnya, penggelapan pajak yang dilakukan wajib pajak modusnya membuat "doubel accounting" atau pembukuan ganda, yakni tipe A dan tipe B.

Dari dua pembukuan itu, hanya pembukuan tipe A yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak (SPT), sedang pembukuan tipe B tidak dilaporkan. Menurutnya, pembukuan tipe A dan tipe B tersebut tidak sesuai prosedur perpajakan.

"Mestinya semua pembukuan dilaporkan dalam SPT. Sehingga dengan tidak dilaporkannya omset dalam PPh maka secara otomatis akan mempengaruhi PPN," katanya.

Keterangan Teguh, diperkuat saksi ahli Agus Purnomo Adi, ahli peraturan pajak ini menilai perbuatan terdakwa yang menandatangani SPT yang tidak benar tetap harus dipertanggungjawabkan secara pidana.

"Sesuai pasal 39 UU Perpajakan, orang yang ikut menandatangani SPT, dia juga ikut bertanggungjawab secara hukum meskipun dalam kasus ini Iskak Soegiarto Tegoeh, wakil komisaris "back office" sudah dijatuhi hukuman," tandasnya.

Terkait denda yang mesti dibayarkan, kata Iskak bukan berarti menghapuskan hukuman kepada terdakwa, melainkan pidana tersebut tetap harus dijatuhkan masing-masing wajib pajak.

"Kalau ada enam PO, mereka harus tetap dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," ujar saksi ahli.

Usai memberi keterangan, sidang ditunda hingga Rabu depan (9/12) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
(*)

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009