Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi mendukung rencana Menkominfo Tifatul Sembiring menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) tata cara penyadapan bagi penegak hukum untuk menjamin penegakan hukum bermartabat serta menghormati HAM.

"Kami menyambut baik apa yang akan dilakukan Menkominfo itu, karena sebenarnya hal itu (penerbitan RPP tentang sadap menyadap) sudah terlambat untuk diterbitkan," kata Fayakhun Andriadi dari Fraksi Partai Golkar kepada pers di Jakarta, Jumat.

Fayakhun Andriadi mengemukakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan peraturan pemerintah tentang sadap-menyadap itu adalah bagaimana pengaturannya yang sekaligus pula memberikan penghargaan terhadap HAM.

Menurut Fayakhun, yang diinginkan masyarakat itu sebenarnya adalah adanya penegakan hukum yang dilakukan dengan etika serta pengaturan untuk mengadakan penyadapan yang juga jelas, baik tujuan, konteks maupun jangka waktunya.

Selain itu, ia menambahkan, juga harus ada pihak yang melakukan supervisi secara independen atas pelaksanaan sadap-menyadap itu dengan tujuannya agar nantinya barang bukti rekaman percakapan itu akan terfokus ketika dibuka di pengadilan.

"Jadi kita ini jangan memberantas kezaliman dengan kezaliman yang baru. Ada hal-hal yang sifatnya privasi yang seharusnya tidak dibuka dari hasil penyadapan itu karena sebenarnya tidak kontekstual dengan maksud penyadapan," ujarnya seraya menegaskan bahwa apabila semua itu diterapkan secara konsisten maka tujuan penegakan hukum akan benar-benar terwujud.

Lebih lanjut Fayakhun menjelaskan bahwa di negara-negara maju, ketika sudah ada jaringan telekomunikasi, pada saat itu pula ada peraturan-peraturan tentang akses negara terhadap teknologi informasi yang digunakan demi menjaga kedaulatan dunia maya mereka.

Demikian pula dengan Indonesia, kondisi sekarang ini sudah menuntut adanya peran yang lebih besar bagi negara dalam melakukan pengaturan terhadap penggunaan TI, termasuk untuk sadap-menyadap. Sejumlah institusi yang boleh melakukan penyadapan itu adalah KPK, intelijen, kepolisian dan kejaksaan. Sementara ada pula daftar black list dan red list sadap-menyadap.

"Presiden karena merupakan simbol negara harus masuk dalam red list yang tidak boleh disadap siapa pun," ujarnya.

Pada bagian lain, Fayakhun mengatakan bahwa sudah saatnya pula Indonesia menerapkan sistem lawfull interception national umbrella system (linus).

Sistem ini akan mengatur berbagai perusahaan operator telekomunikasi untuk menyediakan port yang akan disambung ke linus di Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Selanjutnya Kominfo memberikan akses kepada institusi terkait yang berhak menyadap untuk tersambung ke linus demi tujuan-tujuan seperti pemberantasan korupsi, terorisme dan pertahanan keamanan negara.

"Harus disadari bahwa sekarang ini kedaulatan negara tidak lagi sebatas di darat, laut dan udara saja, tetapi juga ada kedaulatan di dunia maya dengan adanya perkembangan teknologi informasi itu," demikian Fayakhun. (*)

Pewarta: mansy
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009