Kopenhagen (ANTARA News) - Semua negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, menunggu keputusan menyakinkan dari Amerika Serikat tentang target penurunan emisi gas rumah kacanya.

"Semua negara menunggu keputusan yang menyakinkan dari Amerika, tapi semua sudah lebih maju tinggal keputusan prinsip dari Amerika yang nantinya mendorong negara-negara lain untuk menyatakan posisi mereka," kata Ketua Delegasi RI Rachmat Witoelar yang ditemui di sela konferensi di Kopenhagen, Denmark, Rabu.

Rachmat mengatakan, negara-negara peserta, terutama negara maju, mengharapkan Amerika secara tegas menyatakan target penurunan emisinya lebih besar dibandingkan yang telah dinyatakan sebelumnya yaitu 17 persen."Mestinya Amerika bisa lebih dari itu," kata Rachmat.

Sementara itu, hasil dari pertemuan konsultasi informal tingkat menteri tentang target negara maju di bawah Protokol Kyoto yang dipimpin Rachmat Witoelar dan Menteri Lingkungan Hidup Jerman Noerbert Roettgen akan mempertimbangkan hasil teks negosiasi yang telah ada untuk dibawa ke sidang pleno.

"Hasil pertemuan informal, pleno mengkonsider teks-teks negosiasi yang diedarkan. Akan dibahas kembali dengan pandangan yang baru setelah pencerahan dari pertemuan informal tingkat menteri," kata Rachmat.

Dari pertemuan informal tingkat menteri tersebut, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup itu mengatakan telah dicapai saling pengertian antara negara maju dan negara berkembang untuk menyelesaikan teks negosiasi pada sidang pleno COP-15.

Obama yakin

Presiden Barack Obama mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan global mengenai iklim bisa dipastikan, setelah belasan pemimpin dunia berkumpul Rabu untuk mencoba memecahkan kebuntuan pembicaraan mengenai iklim yang disponsori PBB itu.

"Presiden yakin bahwa kita bisa mendapatkan satu kesepakatan operasional yang masuk akal di Kopenhagen," kata Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs, dalam jumpa pers di Washington, Selasa waktu AS, atau tiga hari sebelum tenggat waktu bagi keluarnya kesepakatan baru PBB untuk mengatasi perubahan iklim.

Para pemimpin dunia termasuk Presiden Venezuela Hugo Chavez, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe dan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, diagendakan memberikan pidato pada pertemuan iklim yang berlangsung pada 7-18 Desember, yang sampai Rabu masih didominasi pertemuan para menteri lingkungan hidup.

Para pemimpin dunia masih memiliki waktu sebelum digelarnya pertempuan puncak pada Jumat untuk menyetujui satu kesepakatan di bawah tenggat waktu yang disusun dalam pertemuan Bali, Indonesia, 2007. Negosiasi-negosiasi sejak pertemuan Bali dirusak oleh ketidakpercayaan di antara negara-negara kaya dan miskin.

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menulis opini di International Herald Tribune opinion, edisi Selasa, bahwa keberhasilan di Kopenhagen menuntut semua kekuatan ekonomi besar untuk mengambil langkah menentukan dan menyepakati sebuah sistem yang transparan dan dipercaya.

"Presiden yakin bahwa (kita) akan mendapatkan kesepakatan yang benar-benar operasional. Itulah salah satu hal yang dia akan lakukan begitu kita maju," kata Gibbs.

Dengan kian dekatnya tenggat waktu bagi pakta untuk mendorong satu pergeseran dalam bisnis karbon rendah, beberapa politisi mengingatkan risiko dari kegagalan dalam negosiasi antar 193 bangsa, kendati mereka mendesak adanya kompromi untuk mengatasi kebuntuan.

"Mungkin saja kita tidak akan mencapai kesepakatan dan juga benar bahwa banyak sekali masalah yang harus dipecahkan," kata Brown di Kopenhagen, Selasa malam.(*)

Pewarta: handr
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009