Pekanbaru (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyatakan, menjelang 100 hari masa kerjanya akan mencabut 200 Peraturan Daerah (Perda).

"Targetnya sampai 100 hari pertama masa kerja saya akan mencabut 400 Perda. Sampai hari ini sudah dicabut sekitar 206 Perda," ujar Gamawan Fauzi usai membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Gubernur se Sumatera di Pekanbaru, Senin.

Menurut Gamawan, pencabutan Perda-perda tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lebih tinggi serta menimbulkan biaya tinggi.

"Perda ini memberatkan masyarakat dan dunia usaha, sehingga Indonesia menjadi negara yang tak menarik

lagi untuk investasi. Terhadap ketentuan itu, Pemerintah Pusat tidak ada kata ampun dan mencabut Perda tersebut meski sudah disahkan di daerah," ujar Mendagri.

Mendagri menjelaskan, Perda yang dicabut tersebut antara lain tentang ketentuan retribusi daerah, pungutan daerah, termasuk perizinan dan penarikan pajak perkebunan Kelapa Sawit.

Tujuannya untuk menciptakan situasi yang sehat dan kondusif, terutama untuk masuknya investasi ke Indonesia.

Keseriusan Mendagri untuk mempermudah urusan dan birokrasi bagi masyarakat dan pengusaha ini ditunjukkan dengan sudah ditandatanganinya kesepakatan bersama empat menteri, yang menjamin kecepatan pelayanan dan maksimal hanya 17 hari kerja.

"Sebelum ini birokrasi menghambat pengurusan perizinan dan bisa makan waktu berbulan-bulan. Kita jamin setelah ini tidak ada lagi. Kalau ada daerah yang melewati batas 17 hari BPK akan turun tangan dan ini akan menjadi temuan BPK," katanya.

Sementara itu Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan mendukung sepenuhnya keputusan Mendagri yang mencabut Perda yang memberatkan ini. Sebagian Perda tersebut merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah TK II.

Untuk Riau sendiri Gubernur belum mengetahui secara pasti Perda apa saja yang dicabut tersebut. Tetapi salah satunya adalah Perda tentang restribusi tanda buah segar (TBS) kelapa sawit yang diusulkan Pemkab Rokan Hulu (Rohul).(*)

Pewarta: handr
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009