Palembang (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY), telah menangani 11 oknum hakim yang menyimpang, menyalahi kewenangannya memeras dan menerima suap dari mereka yang tersandung persoalan hukum.

Hal itu diungkapkan Mustafa Abdullah Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim KY, bersama Soekotjo, Koordinator Bidang Hubungan antar Lembaga, setelah mengisi materi sosialisai pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum khususnya hakim, yang diadakan oleh Posko Pengawasan Mafia Peradilan Sumsel, di Palembang, Senin.

Menurut dia, para oknum hakim yang sedang ditangani saat ini merupakan Kepala Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan juga hakim biasa lainnya, memanfaatkan oknum masyarakat yang tersandung hukum, dengan cara memeras dan menerima suap.

"Dari 11 oknum hakim yang kami tangani, satu diantaranya sudah di pecat dengan tidak hormat karena perbuatannya tidak mencerminkan seorang hakim bahkan merusak citra institusi penegak hukum itu sendiri," katanya.

Ia mengatakan, hakim yang tingkat kesalahannya tinggi maka tidak ada toleransi dan akan dikenakan sanksi pemecatan.

Sedangkan tingkat kesalahannya ringan akan dimutasikan ke daerah yang terpencil, katanya.

Ia menambahkan, sekarang ini pihaknya sudah menerima pengaduan dari masyarakat sebanyak 6.471 kasus, tetapi dari sekian laporan yang masuk itu hanya 50 persen saja merupakan kewenangan KY.

"Antusias masyarakat untuk melaporkan ketidak adilan yang dialaminya cukup tinggi, namun perlu dibimbing lagi agar persoalan dialaminya dapat disampaikan tepat sasaran," katanya.

Soekotjo menambahkan, masuknya mafia peradilan diduga lewat penetapan dan melalui putusan di pengadilan, dengan pelaku Panitera, Pengacara dan Hakim.

Sementara A Yudianto Koordinator Devisi Bidang Sosialisasi Posko Pemantauan Mafia Peradilan mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari masyarakat enam oknum hakim dan satu oknum kejaksaan di daerah itu.

"Saat ini kami sedang mengumpulkan data-data dari mereka, dan mereka sudah kami laporkan kepada KY," katanya.(*)

Pewarta: handr
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009