Kupang (ANTARA News) - Kasus hukum yang menimpa Prita Mulyasari merupakan bentuk arogansi aparat penegak hukum yang mengabaikan nilai keadilan dan kemanusiaan bagi masyarakat kecil.

Penilaian itu dikemukakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Dr Frans J Rengka SH.Hum di Kupang, Selasa, ketika dimintai tanggapannya soal kasus hukum Prita Mulyasari yang didakwa mencemarkan nama baik terhadap RS Omni Internasional.

"Sebagai negara hukum semua orang harus tunduk dan taat di depan hukum, tetapi harus juga disertai dengan sejumlah pertimbangan sosial lainnya untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat," kata Rengka.

Menurut dia, hukum merupakan alat dan bukan tujuan, sehingga dalam praktik, setiap pelaku hukum tidak sekadar berkutat kepada sederetan kalimat yang ada dalam aturan hukum itu secara kaku, formalistis dan legalistis, tetap harus menjaga dan mengedepankan perasaan keadilan dari masyarakat.

"Kalau praktisi hukum yang ada tetap mengedepankan aturan secara kaku, legalistis dan formalistis, maka pasti akan ada yang dikorbankan. Dan biasanya masyarakat kecil jadi korban yang paling empuk," kata Rengka.

Dia menjelaskan, hukum bukan sekadar sebuah tautan kalimat yang mengatur tentang hal-hal yang dilarang, dibolehkan disertai dengan sederetan sanksi yang ada.

Namun, lebih dari itu, tambahnya, ada sejumlah kepentingan masyarakat yang harus diperhatikan dan dijunjung tinggi sekaligus menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengambil sebuah keputusan berkaitan dengan persoalan hukum.


Keadilan yang didambakan oleh masyarakat kecil sebagai pencari keadilan, menurut Rengka, justru tidak bisa diperoleh dari lembaga hukum yang ada di Indonesia.

"Hal ini terjadi, karena ada kecenderungan yang sangat kuat dari sejumlah praktisi dan lembaga hukum di Indonesia untuk membela para pemilik modal dan penguasa sambil mengabaikan rasa keadilan bagi masyarakat kecil yang miskin.

"Kapitalisme masih menjadi jeratan bagi penegakan hukum di Indonesia. Empati terhadap masyarakat kecil sudah hilang dari para penegak hukum," kata doktor Hukum Acara Pidana itu.(*)

Pewarta: ricka
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009