Ambon (ANTARA News) - Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu mengimbau kalangan generasi muda di daerah itu untuk menggelorakan semangat perjuangan pahlawan nasional Martha Christina Tiahahu yang pantang mundur untuk mengusir penjajah di tahun 1817.

"Sebagai generasi penerus kita semua terutama generasi muda berkwwajiban dan bertanggung jawab melestarikan nilai-nilai luhur dan makna pengorbanan serta meneladani semangat perjuangan Martha Christina Tiahahu," ujar Gubernur Ralahalu saat memimpin upacaya peringatan perjuangan srikandi Maluku itu di Ambon, Sabtu.

Peringatan yang dilakukan di kawasan monumen Martha Christina Tiahahu di kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, menurut Ralahalu, bukan sebuah kebetulan tetapi Pemprov sengaja memilih lokasi itu sebagai bentuk apresiasi guna menggugah dan mengajak seluruh elemen masyarakat Maluku agar lebih arif dan bijaksana dalam memaknai semangat perjuangan itu.

Perjuangan srikandi Maluku melawan penjajah Belanda dalam usia relatif belia 17 tahun bersama ayahnya Paulus Tiahahu dan Thomas Matulessy yang berjuluk Kapitan Pattimura, merupakan sebuah pengorbanan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia saat itu.

Menurut Ralahalu, semakin maju suatu bangsa, maka cenderung menyebabkan melemahnya pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai kepahlawanan, kejuangan dan rasa nasionalisme di kalangan masyarakat.

"Salah satu penyebab munculnya berbagai persoalan yang dihadapi saat ini adalah karena melemahnya nilai-nilai kepahlawanan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial yang telah dirintis para pejuang nasional termasuk Martha Christina Tiahahu," katanya.

Menurutnya, jika nilai-nilai kepahlawanan itu terleihara dan dijadikan dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta menjadi cerminan sikap dan perilaku sehari-hari, maka jiwa dan semangat perjuangan dan kesetiakawanan sosial akan menjadi motivasi dalam mewujudkan cita-cita pembangunan.

Sehubungan dengan itu, dia mengimbau seluruh komponen masyarakat untuk memantapkan komitmen moral, menyatukan tekad dan langkah guna mewujudkan cita-cita perjuangan para pahlawan dengan kerja keras, ulet, jujur, penuh pengabdian kepada masyarakan, bangsa dan negara khususnya di provinsi Maluku, karena dampaknya akan memperkokoh simpul persatuan dan kesatuan antarsesama anak bangsa.

Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817.

Ia lahir di Desa Abubu, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku tengah tahun 1800. Ayahnya Paulus Tiahahu bergelar "Kapitan" (panglima perang) dan ibunya bernama Sina.

Pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda ia baru berumur 17 tahun dan ayahnya Paulus Tiahahu adalah seorang kapitan dari negeri Abubu dan menjadi pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.

Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, gadis molek ini terkenal sebagai pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur.

Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (kain merah) ia tetap mendampingi ayahnya pada setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.

Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri di Pulau Saparua dan Nusalaut agar untuk ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran, sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.

Pada pertempuran sengit di Desa Ouw-Ullath, jasirah Tenggara Pulau Saparua, tampak betapa hebat srikandi Maluku ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan penghianatan, para tokoh pejuang rakyat ditangkap dan menjalani hukuman mati digantung dan dibuang ke Pulau Jawa.

Ayahnya Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak, sedangkan Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilya di hutan dan akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.

Di kapal perang Eversten, srikandi yang berjiwa kesatria ini menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818.

Guna menghargai jasa dan pengorbanannya Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969 dikukuhkan secara resmi sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Sedangkan di kota Ambon didirikan patung Marta terbuat dari perunggu di kawasan Karang Panjang, serta patung yang sama didirikan di Desanya Abubu.(*)

Pewarta: luki
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010