Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah membentuk tim khusus beranggotakan lintas departemen dan wakil dari dunia usaha untuk menghadapi ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA) sekaligus CEPT AFTA, demikian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di Jakarta, Senin.

"Kita mengantisipasi dengan respon cepat dengan tetap dan terus meminta dunia usaha bersama pemerintah dalam satu tim untuk mengantisipasi kemungkinan yang berpotensi injury bagi industri kita," kata Hatta dalam jumpa pers Evaluasi Kinerja Ekonomi Indonesia 2009 dan Prospek 2010.

Ia mengatakan, pemerintah membentuk tim penyelesaian hambatan industri dan perdagangan yang beranggotakan lintas kementerian dan lembaga serta wakil dunia usaha yang memiliki tugas khusus.

Tim itu, kata Hatta, diupayakan meningkatkan efektivitas pengamanan pasar dalam negeri dari penyelundupan, sekaligus mengambil mengamankan dan mengawasi peredaran barang dalam negeri.

"Tim juga fokus untuk memastikan produk barang dan jasa memenuhi standard nasional Indonesia, kesehatan, keamanan, dan lingkungan," katanya.

Tim itu juga akan fokus memantau penerapan Hak Kekayaan Intelektual (Haki) dan perlindungan konsumen lain, disamping bertugas mengantisipasi dari kemungkinan praktik dagang tidak adil, memperketat surat keterangan asal, dan menyelenggarakan promosi penggunaan produk dalam negeri.

Tim juga bertugas menguatkan pasar ekspor, membenahi tata ruang dan pemanfaatan lahan, pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun kawasan ekonomi khusus, perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga, serta pembenahan sistem logistik.

"Fokus yang lain adalah perbaikan pelayanan publik dan penyederhanaan peraturan," katanya.

Perjanjian CEPT AFTA dimulai pada 1992 dengan ASEAN FTA, lalu dilanjutkan dengan pembentukan ASEAN Economic Community pada 2003 untuk direalisasikan pada 2015.

Pada 2002 disepakati perjanjian komprehensif kerja sama ekonomi ASEAN-China yang menjadi basis negosiasi ASEAN-China AFTA yang dilaksanakan pada 2004.

"Sejak diberlakukan pada 2004, maka tarif nol persen terus berjalan dan berlangsung menjadi 8.654 pos tarif yang sudah nol sebelum 2010, jadi selama ini terus berlangsung," katanya.

Untuk ASEAN China FTA pada 2010 sebanyak 1.597 pos tarif sehingga total sampai dengan Januari 2010 menjadi 7.306 pos tarif yang menjadi nol persen.

"Berdasarkan masukan dari dunia usaha untuk CEPT AFTA terdapat 227 pos tarif yang memerlukan pembicaraan ulang karena berpotensi melemahkan industri dalam negeri," katanya.

Sedangkan untuk ASEAN China FTA terdapat 228 pos tarif yang memerlukan pembicaraan ulang karena berpotensi melemahkan industri dalam negeri.

"Masukan dari dunia usaha itu jugalah yang mendorong pemerintah melakukan notifikasi untuk melakukan pembicaraan kembali dalam rangka CEPT AFTA dan ASEAN China FTA," demikian Hatta. (*)

Pewarta: handr
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010