Tanjungpinang (ANTARA News) - Sebanyak 500 ton gula impor tertahan di Lobam, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, karena diharuskan membayar pajak jika proses distribusi melalui luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ).

Anggota Komisi II DPRD Kepulauan Riau, Yudi Carsana, Minggu, mengatakan, gula tersebut direncanakan akan didistribusikan di sekitar Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang, namun terpaksa ditahan karena distribusinya melalui kawasan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan FTZ.

"Bupati Bintan, Ansar Ahmad mengeluhkan permasalahan tersebut, karena sudah hampir satu bulan gula tertahan di Lobam, tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat" kata Yudi yang juga Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Provinsi Kepulauan Riau.

Dia mengatakan, jika importir membayar pajak atas gula tersebut, maka harga gula akan lebih mahal dibanding yang dijual di pasaran. Dengan pertimbangan itu maka gula tersebut tidak didistribusikan.

FTZ yang diberlakukan secara tidak menyeluruh menyebabkan terjadinya permasalahan itu. Padahal Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan berada di dalam satu pulau yaitu Pulau Bintan.

"Sungguh tidak wajar jika distribusi di dalam satu pulau dikenakan pajak hanya karena ketentuan pembatasan yang tidak populer yang mungkin tidak dimengerti oleh pemerintah pusat," katanya.

Permasalahan yang menyangkut kelemahan pelaksanaan FTZ telah disampaikan kepada Komisi VI DPR. DPR berjanji akan menindaklanjuti permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan FTZ, termasuk permasalahan gula seberat 500 ton yang tertahan di Lobam.

"Ketentuan-ketentuan yang menghambat pelaksanaan FTZ harus dibenahi. Jangan sampai FTZ malah menjadi hambatan bari perkembangan perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau," katanya.
(*)

Pewarta: handr
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010