Brasilia (ANTARA News) - Sebelas prajurit Brasil yang tergabung dalam misi penjaga perdamaian PBB di Haiti tewas dalam gempa bumi besar di negara Karibia tersebut, kata militer Brasil dalam sebuah pernyataan, Rabu.

Pemimpin militer Jendral Carlos Barcellos mengatakan pada jumpa pers sebelumnya di ibukota Brasil, Brasilia, banyak prajurit Brasil juga hilang dan sejumlah besar warga sipil mengungsi ke pangkalan-pangkalan militer untuk mencari bantuan kemanusiaan.

Salah satu bangunan yang menjadi tempat pasukan Brasil "roboh total" dan prajurit mencari korban yang selamat, kata kementerian pertahanan dalam sebuah pernyataan.

Brasil memimpin pasukan penjaga perdamaian PBB yang ditempatkan di Haiti pada 2004 setelah pemberontakan kelompok-kelompok dan mantan prajurit memaksa presiden terpilih Jean-Bertrand Aristide pergi ke tempat pengasingan.

Ribuan orang diperkirakan tewas dalam gempa bumi paling kuat yang mengguncang Haiti dalam lebih dari 200 tahun itu, yang merobohkan istana presiden serta rumah-rumah perbukitan, dan membuat negara yang berpenduduk sembilan juta orang itu meminta bantuan internasional.

Gempa yang terjadi Selasa itu berkekuatan 7,0 skala Richter dan pusatnya hanya 16 kolometer dari Port-au-Prince, ibukota Haiti. Sekitar empat juta orang tinggal di kota itu dan daerah sekitarnya, dan banyak penduduk tidur di luar rumah di tanah, jauh dari dinding-dinding bangunan yang melemah, sementara gempa-gempa susulan yang berkekuatan 5,9 mengguncang kota itu sepanjang Selasa malam hingga Rabu.

Barcellos mengatakan, saluran-saluran telefon putus dan transportasi jalan raya lumpuh karena tumpukan puing-puing, sehingga jumlah korban tewas Brasil dalam gempa itu masih belum bisa dipastikan. Sedikitnya satu warga sipil Brasil ditemukan tewas.

Perwira tinggi militer Jendral Enzo Peri berangkat menuju Haiti pada Rabu untuk menilai keadaan, kata Barcellos. Menteri Pertahanan Brasil Nelson Jobim juga akan pergi ke Haiti.

Brasil menempatkan 1.226 prajurit angkatan darat dan angkatan laut di Haiti sebagai bagian dari pasukan multinasional yang sejak tahun lalu mencakup 9.065 personel kepolisian dan militer dari negara-negara mulai dari Jamaika hingga Sri Lanka.

Negara Amerika Selatan itu memimpin komando Misi Stabilisasi PBB di Haiti (MINUSTAH), antara lain untuk mendorong pengaruhnya di kancah dunia.

Misi itu diberi mandat untuk membantu proses demokrasi dan mengawasi pemilihan Rene Preval sebagai presiden pada 2006 yang membawa Haiti kembali ke tatanan konstitusional.

Namun, misi tersebut dikecam karena gagal mengendalikan kekerasan geng di Port-au-Prince. Sejumlah kelompok hak asasi manusia menuduh misi itu gagal menyelidiki pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang dilakukan polisi Haiti.(*)

Pewarta: handr
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010