Jakarta (ANTARA News) - Harta kekayaan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin meningkat sekitar 100 persen dari awal ia menjabat hingga akhir 2009.

Ketika mengumumkan harta kekayaan di gedung KPK di Jakarta Selasa, Jasin mengatakan bahwa kekayaannya pada 25 Oktober 2007 sebesar Rp545,95 juta, kemudian naik menjadi Rp1,23 miliar per 31 Desember 2009.

Menurut M Jasin, kenaikan jumlah kekayaan itu sebagian besar karena peningkatan gaji sebagai pimpinan KPK.

"Ini karena dulu dari struktural, sekarang pejabat KPK," kata Jasin.

Berdasar data KPK, kenaikan tertinggi harta Jasin terjadi pada komponen giro, tabungan, dan kas lainnya. Komponen itu naik dari Rp86,3 juta pada 2007 menjadi Rp315,8 juta pada 2009.

Kenaikan juga terjadi pada komponen alat transportasi, dari Rp310,5 juta menjadi Rp332 juta. Kemudian pada komponen harta bergerak lainnya dari Rp24,7 juta menjadi Rp32,7 juta.

Data KPK juga memperlihatkan penghapusan hutang sebesar Rp54 juta pada laporan kekayaan M. Jasin.

Jasin mengaku pernah menerima sejumlah pemberian, antara lain dari Antasari Azhar.

Menurut Jasin, Antasari ketika menjadi ketua KPK pernah memberikan 10 ribu dolar Singapura kepada Jasin. Pemberian itu terjadi di Rumah Sakit Panti Nirmala Malang, Jawa Tengah, ketika istri Jasin koma.

"Sudah saya laporkan ke KPK. saya kembalikan dengan total yang sama ke Direktorat Gratifikasi," katanya.

Jasin juga mengaku melapor ke KPK setelah menerima pemberian sebagai pembicara dan undangan dalam sejumlah pertemuan di luar negeri.

Rencananya, pimpinan KPK yang lain juga akan melaporkan harta kekayaan secara bergiliran.

Laporan harta kekayaan diatur dalam pasal 5 UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Aturan itu menyatakan, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Laporan itu diperbarui setiap dua tahun.

KPK diberi kewenangan melalui Undang-undang untuk memeriksa dan meneliti laporan harta kekayaan dalam format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Namun aturan-aturan tersebut tidak menyebutkan hukuman bagi penyelenggara negara yang terlambat atau tidak melapor.
(*)

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010