Padang (ANTARA News) - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Marlis Rahman, menilai pentingnya mata pelajaran khusus budi pekerti, mulai dari pendidikan dasar supaya etika generasi mendatang semakin baik sebagai calon pemimpin bangsa.

"Pembelajaran etika atau budi pekerti sangat penting ke depannya, dan tidak bisa ditumpang-tumpangkan saja pada mata pelajaran lainnya," kata Gubernur Sumbar, Marlis Rahman, ketika diminta tanggapannya di Padang, Selasa.

Menurut gubernur, pembelajaran etika bukan saja diperlukan bagi anggota parlemen tetapi diharuskan untuk generasi bangsa ini yang akan memimpin bangsa di masa datang.

Selain itu, membentuk watak dan sikap seseorang supaya mempunyai etika harus dimasukkan sejak dini, bukan setelah dewasa harus dibentuk mental dan moralnya.

Justru itu, dipandang penting adanya pembelajaran budi pekerti atau etika sejak di bangku sekolah dasar dan setidaknya sampai tingkat SLTA sehingga pada Perguruan Tinggi (PT) sudah tertanam dalam sikap mentalnya.

Namun, bila diminta mengubah sikap atau budi pekerti pada masa diperguruan tinggi, jelas sudah terlambat dan dasarnya sejak dini tidak ditanamkan secara baik.

Jadi, katanya, pelajaran budi pekerti apakah menjadi kurikulum khusus atau mata pelajaran khusus, bagaimana modelnya tak masalah tetapi sebaiknya tidak dititip-titipkan saja pada mata pelajaran lainnya.

Mantan Rektor Universitas Andalas (Unand) Padang itu, menceritakan sekilas pada masa zamannya di bangku Sekolah Rakyat (SR) atau setingkat sekolah rakyat, pembelajaran etika menjadi tolak ukur kelulusan.

Jadi, meskipun pada mata pelajaran lainnya nilai diraih bagus-bagus tetapi nilai budi pekerti mendapat lima atau merah tidak bisa naik kelas.

Selain itu, ketika murid hendak masuk dan keluar ruangan kelas harus berbanjar sebagai bentuk penghormatan terhadap guru dan hal itu masuk pada penilaian.

Sekarang, kata gubernur, anak-anak sekolah tingkat dasar saja kalau mau masuk dan keluar kelas berlari-lari dan berdesakan.

Standar penilain seorang murid naik atau tidak naik kelas tolak ukurnya pada hasil ujian mata pelajaran IPA, Matematika dan lainnya.

Jadi, realita yang terjadi dewasa ini, soal etika dalam pembelajaran di sekolah mulai terlupakan sehingga generasi yang terbentuk banyak mengabaikan etika dalam kesehariannya.

Bahkan, termasuk etika dalam menepati waktu yang dinilai penting, misalnya ada suatu kegiatan akan dilaksanakan dengan waktu telah ditetapkan tetapi karena ada budaya "jam karet" sehingga datang tak sesuai jadwal tersebut.

"Bagi saya (Marlis) konsisten dengan waktu merupakan etika yang harus menjadi perhatian juga," ujarnya.

Gubernur juga berpandangan, bahwa demokrasi bangsa Indonesia ke depannya harus dikelola dengan generasi-generasi yang beretika.

Terkait, demokrasi tidak bebas dengan kebablasan saja, tapi ada aturan dan rambu-rambu yang harus diperhatikan.

Makanya, geburnur Sumbar mengajak para orang tua untuk mengontrol dan lebih menanamkan etika pekerti terhadap anak-anaknya sehingga teraktualisasi dalam sikap kesehariannya budi pekerti yang baik.(*)

Pewarta: handr
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010