Jakarta (ANTARA News) - Murah tidak berarti murahan. Sebaliknya, murah itu adalah kesempatan hidup lebih baik, lebih maju, dan lebih berpengetahuan. Tak percaya? Tanyalah puluhan juta pengguna telepon genggam di Indonesia, atau setidaknya 31,4 juta pelanggan Pro-XL.

Empat atau tiga tahun lalu tatkala Pro-Xl untuk pertamakali memperkenalkan tarif percakapan murah, kemajuan daerah non kota di Indonesia belum sespektakuler dua tahun belakangan ini.

Tengoklah misalnya Pameungpeuk di Garut, Tanggeung di Cianjur, daerah terpencil di Pamekasan, dan banyak daerah lainnya di Indonesia. Atmosfer di daerah-daerah itu sudah sangat maju dibanding sepuluh tahun lalu.

Dalam beberapa hal, kulturnya semetropolis kota-kota, karena di daerah-daerah terpencil itu kini tidaklah sulit menjumpai warung internet (warnet) dan toserba hadir. BTS dan tarif murah agaknya telah membuat denyut ekonomi daerah terpacu.

Beribu-ribu BTS, diantaranya 17.232 BTS (2G dan 3G) milik Excelcomindo Pratama Axiata yang menjangkau lebih dari 90 persen populasi Indonesia, telah mendorong masyarakat terhubung demikian dekat.

Menara BTS dan revolusi tarif murah, membuat anak-anak muda di desa bisa saling bertukar gambar dan pesan, bahkan mereka melakukannya dengan artis idola mereka, hanya dengan 5.000 perak, atau sms Rp150 dari XL.

Setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan tarif interkoneksi yang berdampak pada turunnya tarif ritel konsumen, tarif percakapan ponsel Indonesia kini menjadi salah satu yang termurah di Asia.

"Saat ini tarif telekomunikasi Indonesia setara dengan tarif telekomunikasi di Hong Kong 1,8 dolar AS per menit, dibawah tarif telekomunikasi India 2 dolar AS per menit, Thailand 5 dolar AS per menit, Malaysia 5,5 dolar AS per menit," kata Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia, Johnny Swandi Sjam.

Tarif murah ini sendiri diantaranya memudahkan petani memperoleh informasi pupuk dan pasar pangan lainnya, dan membantu produsen di daerah memastikan produknya dipesan kota dengan efisien, cukup dengan berbalas sms atau menelefon seribu perak, dimana pun dan kapan pun mereka mau.

Ponsel juga membuat masyarakat menjadi awas bencana, misalnya bahaya tsunami di pesisir selatan Jawa Barat. "Cukup dengan bertukar sms, orang-orang sini sudah bisa saling mengingatkan bahaya tsunami dan bencana lainnya," kata Nano Suyatno, pegawai kantor Kecamatan Tegal Buleud, di ujung selatan kabupaten Sukabumi.

Tarif murah juga membuat keluarga-keluarga di kampung terus bercengkerama dengan keluarga di kota, dari mendapatkan informasi kerja, hingga tempat liburan anak sekolah.

Tak hanya itu, manakala "gadget" dan layanan operator kian inovatif, kaum muda pedesaan melek juga berjejaring sosial. Chating, "ngeblog" dan "facebook-an" tak lagi dimonopoli orang kota.

Dulu, orang desa harus mencari dulu wartel yang jaraknya bisa puluhan kilometer dari rumah, hanya untuk bisa berkomunikasi dengan saudara dan rekan bisnis di kota. Dulu bahkan orang berjuang antri di larut malam atau dini hari, hanya untuk percakapan murah.

Kini, orang bisa menelefon kapan dan dimana pu, dengan biaya yang jauh lebih murah. Bahkan, dengan ponsel bervideo, siapapun bisa mengabarkan peristiwa-peristiwa mutakhir ke seantero negeri.

Memakmurkan


Tarif murah telah mendorong daerah-daerah menjadi melek informasi dan tidak kalah "up date" dengan kota. Akibat lebih jauh, kemakmuran merembes ke daerah dan nadi perekonomian berdenyut ke situs-situs terpencil.

"Akses telekomunikasi telah mendorong tumbuh cepatnya perekonomian daerah, termasuk wilayah-wilayah terpencil yang selama ini tidak terjangkau telekomunikasi," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Pamekasan beberapa waktu lalu.

Faktanya, komunikasi mobil memang telah mendorong ekonomi tumbuh berkelanjutan karena dukungan kian rapatnya jaringan sosial, semakin mudahnya akses informasi publik, dan kegiatan ekonomi yang kian masif karena rangsangan akses informasi. Ketiga aspek ini menempati posisi penting dalam pembangunan sosial ekonomi.

Di daerah-daerah berkultur urban, ponsel bahkan menumbuhkan kepedulian sosial dan kesadaran intelektual.

Gambarannya, adalah banjir keprihatinan massa akan ketidakadilan yang ditumpahkan dalam jejaring sosial dan milis, atau kampanye politik via selpon, yang kini difasilitasi mudah oleh "gadget-gadget" yang kian komunikatif dan kaya fitur.

Semua orang kini bisa berbicara dengan teman, saudara, dan rekan bisninya, hampir tak mengenal geografi dan matra. Kini tak lagi dari Sabang sampai Merauke, tetapi dari Jakarta sampai Los Angeles, dari Kebumen sampai Mekah.

Keadaan ini akhirnya membantu negara memakmurkan penduduknya.

"Industri telematika bukan hanya mengembangkan industri di sektornya sendiri, tetapi juga membantu perkembangan ekonomi Indonesia sendiri," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri bidang telekomunikasi, teknologi, informasi dan media, Anindya Bakrie.

Peran sentral telekomunikasi nirkabel dalam pembangunan nasional ini mungkin membuat orang Indonesia akan sulit mendapatkan desa terpencil mengingat semua desa kini bisa dikontak siapa saja.

Pemerintah bahkan menargetkan pada 2010 seluruh desa di Indonesia, khususnya 31 ribu desa yang masih terpencil, telah terhubung dengan infrastuktur telepon dan internet.

"Pembangunan infrastruktur informatika dan telekomunikasi dasar ke seluruh pelosok tanah air adalah wujud nyata dari tekad bersama membangun kesatuan Indonesia," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah RI, di Gedung DPR-RI, Jakarta.

Pemerintah sendiri makin mendekatkan pelayanannya kepada publik, dengan sangat privat, melalui e-government (e-GOv).

"Pada 2010 seluruh daerah telah menggunakan jaringan telekomunikasi canggih ini," kata Menteri Komunikasi dan Informasi Muhammad Nuh yang sekarang menjabat Menteri Pendidikan Nasional di Makassar, beberapa bulan lalu.

Ini jelas menantang dunia usaha, khususnya sektor telekomunikasi.

XL

Salah satu operator telekomunikasi yang awas melihat peluang ini adalah XL, yang mungkin boleh berbangga sebagai salah satu agen kemajuan pembangunan nasional dan operator telekomonikasi yang inovatif.

Seirama dengan tekad pemerintah itu, Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi menegaskan, XL akan terus berupaya masuk ke daerah-daerah terpencil sehingga membantu membuka keterisolasian daerah.

Excelcomindo Pratama Axiata kini bahkan memperluas jaringan ke Kawasan Timur Indonesia guna membantu pemerintah menggelar sarana telekomunikasi berkualitas di daerah terpencil.

"Kawasan Timur Indonesia menjadi perhatian dunia karena potensi alamnya yang luar biasa. Dunia pariwisata dan sektor perekomian juga akan berkembang di sana," kata Hasnul Suhaimi.

Sejak Desember 2007, XL telah menggelar layanan di Papua dan Maluku, yang diperluas ke Maluku Utara, termasuk Nusa Tenggara Timur.

"XL berkomitmen menambah BTS menyediakan layanan telekomunikasi yang andal, baik layanan voice, SMS maupun layanan lalu lintas data," tegas Hasnul.

XL menyempurnakan layanannya itu dengan mendorong ketersediaan internet murah seiring dengan perluasan jangkauan layanan hingga ke daerah-daerah terpencil. Alhasil, jangkauan XL kini sudah mencapai 90 persen populasi penduduk dari Sabang di ujung Barat hingga Papua di ujung Timur.

Tak hanya itu, jaringan "fibre optic" XL yang dianggap terluas di Indonesia, membentang di sepanjang pulau Jawa, Sumatera, Batam, Kalimantan dan Sulawesi. Itu ditambah jaringan "backbone" yang tersambung ke jaringan internasional melalui Malaysia.

Tidak rugi

Kendati ekspansi seagresif itu dan memberlakukan tarif murah, XL tidak merugi. XL mulai menerapkan tarif murah pada 2007 dengan menggunakan tarif per detik, dan terus turun, sampai untuk durasi waktu tertentu digratiskan.

Ternyata itu keuntungan XL tidak susut oleh itu, sebaliknya pelanggan XL bertambah.

Mengutip Sales & Promotion Manager XL Regional Bali-NTT Ivan Priyahutama, ternyata setiap peluncuran program baru yang berkaitan dengan skema tarif murah, dalam satu-dua bulan jumlah pelanggan XL meningkat 25 persen.

Sampai akhir Desember 2009 saja misalnya, jumlah pelanggan PT Excelcomindo Axiata Tbk di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua mencapai 1,3 juta atau dua kali lipat dari angka Agustus 2009 yang hanya 500 ribu pelanggan.

"Kontribusi terbesar penambahan pelanggan ini diperoleh melalui program XL BlackBerry sebesar 15 persen atau 30 ribu pelanggan di wilayah timur dari 200 ribu pelanggan nasional," kata Nuruddin Al Fitroh, GM Sales East I XL East Region Makassar.

Secara nasional, jumlah pelangan XL Axiata tumbuh 21 persen sepanjang 2009 menjadi 31,4 juta, dengan jumlah pelanggan RGB (Revenue Generating Base) naik 49 persen menjadi 31,1 juta pelanggan.

Tahun itu juga, pendapatan dan EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tumbuh masing-masing 14% dan sekitar 19-20%, dibandingkan periode yang sama tahun 2008.

"Pertumbuhan jumlah pelanggan itu cukup memuaskan, sesuai yang kami harapkan. Kami puas dengan kinerja tahun 2009," kata Hasnul Suhaimi awal Januari ini.

Jadi, siapa bilang tarif murah itu merugikan? (*)

Pewarta: Munawar Sidik
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010