Surabaya (ANTARA News) - Pengamat pers yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya - Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS), Zaenal Arifin Emka, menilai pers sekarang tak semaju pers di masa lalu.

"Di masa lalu, kalangan pers yang tak sebebas sekarang justru mampu membongkar kasus korupsi Pertamina secara investigatif," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Selasa.

Menurut wartawan senior itu, pers saat ini sudah sangat bebas, namun justru tidak mampu melakukan peliputan investigatif.

"Kasus Bank Century misalnya, kalangan pers hanya mengungkapkan data-data yang diberikan orang lain, bukan melacak data itu sendiri secara investigatif," katanya.

Selain itu, katanya, kalangan pers saat ini terlihat menggunakan cara-cara caci maki, padahal cara seperti itu membuat kritik yang disampaikan akan sulit diterima orang lain.

Penyebabnya, kata wartawan "Surabaya Post" itu, dua yakni sumberdaya manusia dan pragmatisme.

"Sumberdaya manusia di kalangan pers sekarang kan beragam latar belakang, tapi pragmatisme pers sekarang merupakan faktor yang sangat menentukan," katanya.

Ia mengatakan pers saat ini lebih banyak mematok target jumlah berita yang harus dipasok seorang wartawan dalam sehari sehingga kualitas dikorbankan.

"Pragmatisme juga melanda pemilik media yang umumnya enggan mengeluarkan dana dalam jumlah besar untuk sebuah peliputan investigatif," katanya.

Namun, katanya, cara-cara nonivestigatif itu merugikan publik, karena masyarakat hanya disodori berita yang tidak mendalam dan sangat mungkin pers "diperalat" pihak pemberi data.

"Karena itu, saya kira redaktur di kalangan pers saat ini sudah saatnya untuk mempertajam satu peliputan secara investigatif, tentunya materi peliputan investigatif harus diperhitungkan secara komersil tanpa merugikan publik," katanya.

Ia menambahkan, kesalahan pers saat ini adalah tidak dapat memenuhi kebutuhan publik untuk mendapatkan informasi yang utuh.(*)

Pewarta: mansy
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010