Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Hengky Samuel Daud divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah di Indonesia.

"Menyatakan terdakwa Hengky Samuel Daud terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim, Maryana ketika membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.

Majelis hakim juga menghukum Hengky untuk membayar denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp82,6 miliar.

Hukuman itu lebih berat dari tuntutan tim penuntut umum yang meminta majelis menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara.

Kasus itu bermula saat Hengky bekerjasama dengan mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi untuk membuat arahan berupa radiogram nomor 027/1496/OTDA tertanggal 12 Desember 2002.

Radiogram yang ditandatangani oleh Oentarto itu berisi perintah kepada sejumlah daerah di Indonesia untuk melaksanakan pengadaan mobil pemadam kebakaran tipe V80 ASM. Mobil jenis ini hanya diproduksi oleh PT Istana Saranaraya milik Hengky Samuel Daud.

Pengadaan mobil pemadam kebakaran itu kemudian dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Otorita Batam, Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jawa Barat.

Kemudian Kabupaten Tanggamus, Lampung Tengah, Boolang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Talaud, Kota Jambi, Kendari, Kota Medan, dan Kota Makasar.

Selain itu, Hengky dan Oentarto juga menandatangani dan mengirimkan surat permohonan pembebasan bea masuk PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 untuk delapan unit mobil pompa pemadam kebakaran Morita.

Perbuatan itu tidak sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri.

Hakim Hendra Yospin mengatakan, Hengky telah menerima pembayaran dari 22 pemerintah daerah sebesar Rp227,1 miliar untuk penjualan 208 unit mobil pemadam kebakaran.

Hendra Yospin menjelaskan, biaya produksi pokok dan biaya pengiriman 208 unit mobil pemadam kebakaran itu hanya Rp141,05 miliar. Oleh karena itu, pembayaran oleh 22 pemerintah daerah kepada Hengky terlalu mahal.

Majelis hakim mengartikan selisih antara pembayaran dan biaya produksi itu sebagai kerugian negara, yaitu sebesar Rp86,07 miliar.

Kemudian majelis hakim menambah kerugian negara akibat berkurangnya pendapatan negara karena pembebasan bea masuk untuk sejumlah unit mobil pemadam kebakaran yang diimpor oleh Hengky."Jadi total kerugian negara sebesar Rp97,02 miliar," kata Hendra Yospin.

Akibat perbuatan itu, Hengky dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 5 ayat (1) huru b jo pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo pasal 65 KUHP.

Pelaku bersama
Majelis hakim menyatakan, Hengky melakukan tindak pidana korupsi tersebut bersama-sama dengan Hari Sabarno yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri.

Hakim Made Hendra menjelaskan, Hari Sabarno telah memenuhi permintaan Hengky dengan memerintahkan Oentarto Sindung Mawardi selaku Dirjen Otonomi Daerah untuk menerbitkan radiogram.

Radiogram itu menjadi dasar bagi Hengky untuk mempengaruhi pejabat daerah untuk membeli mobil pemadam kebakaran miliknya dan berakibat pada kerugian negara.

Majelis hakim juga menyatakan Hari Sabarno sebagai pihak yang mengenalkan Hengky kepada sejumlah kepala daerah terkait proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran itu.

"Bahkan terdakwa Hengky Samuel Daud selalu bersama dengan Hari Sabarno dalam setiap kunjungan ke daerah," kata Made Hendra.

Dalam kasus itu, menurut majelis, Hari juga menikmati sejumlah keuntungan, antara lain berupa pembelian sejumlah perabot rumah. Majelis juga menyatakan, Hari telah mengembalikan uang sekira Rp400 juta kepada KPK.

Meski disebut sebagai pelaku bersama dalam kasus itu, Hari Sabarno belum ditetapkan sebagai tersangka.(F008/A038)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010