Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN mempertanyakan istilah "single presence" dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai single presence policy (SPP) pada perbankan nasional.

"Kalau maksudnya adalah hak mutlak dalam pengambilan keputusan, maka SPP untuk Bank BUMN tidak bisa diterapkan," kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di Jakarta, Kamis.

Menurut Said, keputusan tunggal sebagai hak mutlak pemegang saham di Bank BUMN tidak dikenal, karena pemegang sahamnya adalah pemerintah.

Selama ini pengambilan keputusan terutama yang bersifat strategis di BUMN seperti dividen, penjualan saham tidak bisa diputuskan sendiri, selalu harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dan DPR.

"Keputusan tidak bisa mutlak di manajemen, juga dikontrol DPR sebagai representasi masyarakat," katanya.

Neraca keuangan Bank BUMN juga diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai tanggungjawab kepada negara.

Dengan begitu diutarakan Said, bahwa pengambilan keputusan secara tunggal dapat melanggar Undang-Undang Keuangan Negara, dan UU BUMN.

Sebelumnya, Deputi Kementerian BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan, Parikesit Suprapto mengusulkan penundaan pemberlakuan SPP selama dua tahun.

"Kami meminta penundaan dua tahun dari batas waktu pemberlakuan yang seharusnya akhir tahun 2010," kata Parikesit.

Untuk permintaan penundaan Kementerian BUMN sudah melayangkan surat kepada BI guna pembahasan lebih lanjut.

Alasan penundaan SPP, terkait dengan belum tuntasnya rencana pembentukan holding Bank BUMN.

Bank BUMN juga sedang melakukan restrukturisasi internal terkait dengan tugas yang program pemerintah.

Selama jeda waktu dua tahun ini, bank-bank pelat merah disiapkan untuk mengembangkan diri tidak saja di dalam negeri tetapi juga ke level internasional.

(R017/S026)

Pewarta: surya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2010