Yogyakarta (ANTARA News) - Media massa saat ini wajib membina penggunaan bahasa Indonesia sebagai tugas baru setelah lahirnya undang-undang (UU) kebahasaan, yaitu mengembangkan, membina, dan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, kata Kepala Balai Bahasa Yogyakarta Tirto Suwondo.

Pada sarasehan bahasa jurnalistik: UU kebahasaan dan pembelajaran bahasa di Yogyakarta, Selasa, ia mengatakan beban tugas yang berat itu bersifat mengikat, karena dalam pasal 39 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan, secara tegas dinyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media massa.

"Mengapa mengikat, karena dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia salah satunya adalah sebagai bahasa media massa," katanya.

Sehingga, menurut dia, penggunaan bahasa di media massa bukan sekadar `main-main`, apalagi `dapat dipermainkan`, tetapi merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Dalam sarasehan yang diselenggarakan Forum Bahasa Media Massa (FBMM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama Balai Bahasa Yogyakarta dan surat kabar harian Bernas Jogja ini, Tirto menegaskan kata `wajib` pada pasal 39 ayat 1 itu harus dipahami bahwa tugas mengembangkan, membina, dan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, harus dilaksanakan media massa, baik media cetak maupun elektronik

"Kenyataannya, dalam penggunaan bahasa Indonesia di media massa masih bertebaran kata-kata atau istilah asing dan daerah. Padahal, media massa bukan media yang memiliki sasaran pembaca khusus, namun pembaca umum," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, sebagai media dengan sasaran pembaca umum mestinya secara konsisten harus menghindari pemakaian kata atau istilah asing maupun daerah.

Sementara itu, dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dr. I Praptomo Baryadi mengatakan berbagai wacana dalam surat kabar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran bahasa.

"Karena hal itu merupakan perwujudan penggunaan bahasa tulis, maka wacana dalam surat kabar dapat digunakan pula sebagai bahan pembelajaran menulis dan membaca," katanya.

Menurut Tirto dalam pembelajaran menulis wacana pada surat kabar dapat digunakan sebagai contoh wacana yang akan dibangun siswa, karena belajar menulis pada hakikatnya adalah belajar membangun wacana menulis.

Dengan makalah berjudul `Wacana dalam surat kabar sebagai bahan pembelajaran bahasa`, ia mengatakan dalam pembelajaran membaca, wacana dalam surat kabar diperlukan sebagai wahana untuk memahami informasi, karena pembelajaran membaca pada dasarnya belajar menangkap informasi yang terkandung dalam wacana menulis.

Sedangkan dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dr. Lukas S Ispandriano, MA dengan makalah berjudul `Media sebagai guru bahasa` menyebutkan tanpa UU Kebahasaan, sudah semestinya media massa cetak menerapkan bahasa Indonesia baku pada semua wacananya.

"Temuan dalam riset menyimpulkan bahasa Indonesia baku sudah digunakan hampir semua surat kabar harian pada judul berita di halaman satu, meskipun masih ditemukan kesalahan yang mendasar," katanya.

Menurut dia, andaikan semua media massa menggunakan bahasa Indonesia baku yaitu bahasa jurnalistik yang memenuhi kaidah bahasa Indonesia terutama ragam tulis menjadi kenyataan, niscaya media akan berperan sebagai guru bahasa dengan atau tanpa UU kebahasaan.

"Dengan demikian, siswa sekolah dasar hingga mahasiswa serta masyarakat umum bakal menempatkan bahasa koran sebagai bahasa rujukan," katanya.

Sarasehan yang berlangsung di gedung kantor surat kabar harian Bernas Jogja itu diikuti kalangan guru bahasa Indonesia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK), serta para redaktur media massa anggota FBMM DIY. (U.H008/R009)

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010