Jakarta (ANTARA News) - Hasil Survei Pekerja Anak di Indonesia 2009 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan jumlah pekerja anak di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 1,7 juta anak.

Anggota Tim BPS Uzair Suhaimi dalam peluncuran Hasil Survei Pekerja Anak di Indonesia 2009, di Jakarta, Kamis, mengatakan, survei itu merupakan gambaran keadaan Indonesia saat ini. Hasil survei itu juga digunakan sebagai dasar Komite Aksi Nasional yang ingin menghapuskan pekerja anak di Indonesia tahun 2022.

"Memang masih ada kekurangan dalam survei ini, namun ini merupakan langkah awal untuk menghapuskan pekerjaan anak di Indonesia," jelas Uzair.

Uzair mengatakan, survei pekerja anak itu sudah dipersiapkan sejak 2006 bekerja sama dengan ILO.

"Sejak 2006 sudah dilakukan diskusi dan pada tahun 2008 sudah ditentukan kabupaten atau daerah mana saja yang dijadikan sampel," ujar Uzair.

Uzair menjelaskan survei itu dilakukan di 248 kabupaten dengan sampel sebanyak 12.000 rumah tangga. Jumlah responden itu ditentukan untuk mendapatkan estimasi nasional.

"Survei ini dilakukan pada 12.000 rumah tangga yang terdaftar, jadi tidak termasuk anak jalanan yang tidak punya rumah," kata Uzair.

Uzair menjelaskan, ada banyak kesulitan untuk mendata anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal. Namun, di tahun-tahun berikutnya akan dilakukan survei yang lebih baik lagi.

Dalam survei itu, anak-anak yang bekerja yaitu berumur 5-17 tahun.

"Kalau batasan umur 17 tahun itu sudah jelas sesuai dengan UU batasan umur pekerja, sedangkan batasan anak 5 tahun karena di bawah umur itu masih diasuh orang tua," jelas Uzair.

Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi ILO, Abdul hakim mengatakan, pekerja anak harus dihapuskan segera mungkin.

Menurut dia, orang dewasa seperti orang tua atau pun yang mempekerjakannya harus bertanggung jawab.

"Jelas orang dewasa harus bertanggung jawab atas anak yang bekerja, bukan hanya orang tua, tetapi kita pun kalau membiarkannya juga harus bertanggung jawab," jelas Abdul.

Lebih lanjut Abdul menjelaskan anak yang dikategorikan bekerja ialah anak berumur di bawah 15 tahun.

"Pengertian bekerja bagi anak yaitu pekerjaan yang terkait dengan perbudakan, komersialisasi seksual, pekerjaan legal, dan yang membahayakan," kata Abdul.

Hasil survei itu, menurut Abdul, merupakan peringatan bagi pemerintah untuk lebih serius menangani masalah pekerja anak.

"Kami, ILO selalu mendukung upaya pemerintah untuk menghapuskan pekerja anak di Indonesia," jelas Abdul.

Untuk mewujudkan Indonesia tanpa pekerja anak 2022, Abdul mengatakan, pemerintah harus fokus pada kegiatan yang berdampak langsung pada kesejahteraan dan kelangsungan hidup anak.

Selain itu, pemerintah hendaknya menyelesaikan berbagai kasus masalah pekerja anak dengan mengadaptasi kasus sebelumnya yang sudah tertangani dengan baik.

"Pemerintah harus fokus pada masalah ini. Dinas terkait juga harus memiliki semangat dan merujuk pada rencana awal untuk mewujudkan Indonesia bebas dari pekerja anak," ujar Abdul.

Abdul menambahkan, hukum yang mengatur pekerja anak juga harus diperbaiki sehingga tidak ada lagi anak yang dieksploitasi.

Namun, menurut Abdul perlu disadari bahwa permasalahan ini adalah masalah bersama, bukan masalah milik pemerintah atau pun dinas sosial dan anak semata.

"Ini masalah bersama, bukan semata-mata milik pemerintah. Masyarakat juga punya andil," tambah Abdul.(M-RFG/A038)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010