Karimun, Kepri (ANTARA News) - Beberapa perwakilan warga Pulau Karimun Besar mendesak Kepala PLN Ranting Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Edi Firman, mengundurkan diri karena dinilai tidak mampu mengakhiri krisis listrik.

Desakan itu disampaikan langsung kepada Edi Firman dalam sebuah pertemuan di Kantor Bupati Karimun yang ditengahi Wakil Bupati Aunur Rafiq, Senin sore.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut setelah ratusan massa di Kantor PLN Jalan Pertambangan, Kelurahan Kapling, Tebing, Minggu (14/2) malam, gagal menemui pimpinan PLN yang berujung pada pelemparan batu sehingga memecahkan kaca pintu-pintu dan jendela kantor itu.

Di Kantor Bupati, Acay Lim, perwakilan masyarakat Kecamatan Meral menyatakan, Edi membohongi publik dengan menjanjikan akan mengurangi tingkat pemadaman listrik dalam tiga bulanm dan akan mundur bila tidak terwujud.

``Yang terjadi sebaliknya, tingkat pemadaman semakin tinggi,`` ucapnya.

Dia mengatakan, desakan warga agar Kepala PLN Karimun mundur sesuai dengan janji Edi Firman sendiri seperti diberitakan salah satu media cetak lokal bahwa akan meletakkan jabatan jika tidak berhasil mengurangi jadwal pemadaman selama tiga bulan, terhitung sejak November 2009.

``Kami minta Edi Firman konsisten dengan janji itu,`` katanya.

Hal yang sama diungkapkan Mustafa, tokoh masyarakat, yang menilai kinerja Edi Firman tidak memuaskan.

``Masyarakat memaklumi kondisi mesin, tapi jangan memberi janji yang ternyata tidak ditepati,`` katanya.

Mustafa menduga, meningkatnya pemadaman listrik akhir-akhir ini kemungkinan disebabkan ada pemasangan baru oleh PLN dengan tarif mencapai Rp8 juta hingga Rp13 juta.

``Selain itu, ada juga pemasangan yang dilakukan tanpa menggunakan meteran, cukup menggunakan MCB (skring listrik) saja dengan bayaran antara Rp3 juta hingga Rp6 juta,`` katanya.

Dia juga mengatakan pemadaman bergiliran yang diberlakukan PLN tidak merata, karena ada beberapa pemukiman warga yang lampunya hidup selama tiga hari berturut-turut.

``Sementara, ada rumah yang berdekatan padam dua hari berturut-turut,`` ucapnya.


Tidak mundur

Sementara itu, Edi Firman mengaku tidak pernah menyatakan akan mengundurkan diri sesuai pemberitaan tersebut.

``Kami hanya berjanji untuk konsisten mengupayakan pemadaman bergilir 2 banding 1 (dua hari hidup satu hari mati). Soal pemberitaan itu, saya tidak mau mengomentari,`` ucapnya.

Menurut dia peningkatan pemadaman listrik sejak awal Februari ini diluar kemampuan pihaknya karena mesin pembangkit rusak silih berganti.

``Beberapa unit mesin mengalami pecah klep saat beban puncak di malam hari. Akibatnya terjadi pemadaman mendadak,`` katanya.

Kerusakan itu, kata dia dikarenakan 69 dari 178 travo dapat dihidupkan oknum masyarakat saat mendapat giliran pemadaman, sehingga terjadi lonjakan beban yang tidak mampu ditampung mesin pembangkit.

Dia mengatakan berupaya keras untuk memperbaiki dengan menginstruksikan jajarannya bekerja hingga larut malam, bahkan pagi hari. ``Di saat teknisi memulihkan mesin yang rusak, mesin lain ikut rusak,`` katanya.

Dia menjelaskan, pihaknya saat ini memiliki 12 mesin pembangkit, lima unit milik PLN, tiga di Desa Pongkar, Kecamatan Tebing yang disewa Perusda Karimun serta empat yang dikerjasamakan dengan PT Sewattama.

``Jika semuanya beroperasi, kapasitas daya tersambung sebesar 13,5 Megawatt (MW), tidak cukup memenuhi kebutuhan daya saat beban puncak sebesar 16,7 MW,`` jelasnya.

Situasi tersebut semakin parah, karena beberapa di antaranya mengalami kerusakan, yaitu dua unit mesin Pongkar, satu mesin Sewattama dan dua milik PLN.

``Begitulah kondisi mesin sekarang, kalau pun kami mundur tidak akan mengubah keadaan,`` katanya.

Terkait pemasangan baru dengan tarif Rp8 juta - Rp13 juta, dia mengatakan tidak pernah memberlakukan tarif sebesar itu.

``Kita bisa cek ke kantor, tarif yang diberlakukan sesuai prosedur, kalau pun ada berarti ada oknum yang memanfaatkan kesempatan,`` ucapnya.

Pemasangan tersebut, menurutnya bukan baru, melainkan pemasangan meteran bagi pelanggan yang meterannya dicabut karena menunggak.

``Kalau tidak kami pasang, maka biaya beban pelanggan itu menjadi hutang negara karena masih terdaftar sebagai pelanggan,`` jelasnya.

Lebih lanjut disampaikannya, terkait pemasangan tanpa meteran dibolehkan secara nasional, dia menyebutnya sebagai ``pelanggan multiguna`` dengan tarif lebih mahal, Rp1.380 per kilowatt (KWH).

``Pelanggan multiguna itu mendapatkan aliran listrik dalam waktu tertentu, semisal untuk keperluan pesta perkawinan,`` ujarnya. (HAM/K004)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010