Jakarta (ANTARA News) - Menperin MS Hidayat mengusulkan penerapan tax holiday untuk meningkatkan investasi di berbagai daerah yang membutuhkan peningkatan kegiatan ekonomi guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri di dalam negeri.

"Tax Holiday perlu dipertimbangkan sebagai insentif bila kita menginginkan investasi masuk," ujarnya usai memaparkan langkah-langkah sektor industri dalam mendukung program ketahanan pangan pada rapat kerja kementerian perindustrian, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan banyak negara menggunakan instrumen insentif pajak seperti tax holiday -- yang memberi pembebasan pajak (PPh badan) selama kurun waktu tertentu -- untuk mendatangkan investasi yang lebih besar agar mampu meningkatkan kegiatan ekonomi di wilayah yang membutuhkan.

Ia menyebut insentif perpajakan tersebut sebagai upaya terobosan yang harus dilakukan pemerintah untuk mendorong investasi, meningkatkan kinerja industri di dalam negeri, dan peningkatan ekspor. Apalagi, ia menargetkan pertumbuhan industri tahun ini bisa menembus angka 4,6 persen.

"Kalau kita business as usual,  tidak akan ada kemajuan yang berarti, padahal untuk mencapai pertumbuhan harus ada modal masuk berupa baik investasi asing langsung (FDI) maupun dari swasta nasional," ujar Hidayat.

Menanggapi pertanyaan bahwa saat ini Indonesia belum memiliki peraturan perpajakan mengenai pembebasan pajak tersebut, Hidayat mengatakan harus ada ketentuan baru di bidang perpajakan yang mengakomodasi insentif pajak itu.

"Kalau belum ada dalam aturannya, ya kita ubah. Negara tidak akan rugi, karena itu hanya strategi untuk menarik investasi masuk, menarik kegiatan ekonomi yang ada efek berantai di sektor bisnis lainnya, sehingga ekonomi wilayah itu tumbuh. Pemerintah punya keterbatasan menumbuhkan kegiatan itu di daerah dan satu-satunya melalui investasi," katanya.

Lebih jauh Hidayat mengatakan pihaknya akan melakukan dialog dengan Bank Indonesia (BI) dan perbankan nasional guna mendapatkan dukungan dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan industri yang ditargetkan mencapai 4,6 persen pada 2010.

"Total kredit perbankan nasional untuk sektor industri sekitar 13-14 persen. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan lima tahun lalu yang mencapai 20 persen. Saya akan presentasi kepada BI dan perbakan kita mengenai sektor-sektor apa yang mau kita tumbuhkan," ujarnya.

Ia juga berharap perbankan mengkoreksi anggapan industri tekstil sebagai "sunset industry" karena industri tersebut masih diperlukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan melawan serbuan produk impor. "Saya berharap perbankan memiliki kepentingan nasional yang sama," ujarnya.(R016/A038)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010