Teheran (ANTARA News) - Mantan presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani, Sabtu, mengecam pengawas nuklir PBB (IAEA) karena mengajukan apa yang ia katakan laporan bias mengenai Teheran.

"Itu adalah bukti jelas bahwa satu bagian laporan ini telah diajukan setelah saran dan di bawah pengaruh unsur asing," kata Rafsanjani. Ia merujuk kepada laporan yang dikeluarkan oleh badan PBB yang menyampaikan "keprihatinan" bahwa Teheran mungkin sedang membuat hulu ledak nuklir.

"Tak dapat dikatakan bahwa ini adalah pekerjaan pusat independen internasional," kata Rafsanjani, sebagaimana dikutip kantor berita resmi Iran, IRNA, mengenai Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Pada Kamis, Kepala IAEA Yukiya Amano, dalam laporan pertama kepada dewan gubernur badan pengawas PBB tersebut, menyampaikan keprihatinan bahwa Iran mungkin sedang berusaha membuat hululedak nuklir.

"Informasi yang tersedia bagi badan ... menimbulkan keprihatinan mengenai keberadaan di Iran pada waktu lalu atau saat ini kegiatan yang tak diungkapkan yang berkaitan dengan pengembangan isi nuklir bagi satu rudal," tulis Amano.

Para pejabat Iran telah membantah laporan itu dan pemimpin spiritual negeri tersebut Ayatollah Ali Khamenei sekali lagi membantah pada Jumat bahwa Teheran sedang berusaha membuat senjata atom.

Iran berkeras program nuklirnya semata-mata bertujuan damai, tapi negara besar di dunia menduga Republik Islam itu secara terselubung berusaha mengembangkan kemampuan senjata.

Rafsanjani, yang telah dikecam keras oleh kelompok garis keras karena mendukung kelompok di dalam Iran yang menentang Presiden Mahmoud Ahmadijenad, mengatakan laporan tersebut adalah perang urat syaraf oleh Amerika Serikat dan negara lain terhadap Republik Islam itu.

"Volume ancaman dan saran politik bias yang berusaha mengumpulkan konsensus terhadap Iran tak pernah ada sebelumnya. Tetapi semua itu takkan berhasil," katanya.

Washington dan negara besar lain di dunia sedang mengumpulkan dukungan bagi babak keempat sanksi PBB terhadap Iran, setelah gagal dalam upaya menghasilkan ultimatum Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pengayaan uranium dan gagal menyepakati rancangan resolusi PBB bagi pemasokan bahan bakar nuklir.

Jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast juga mengecam laporan IAEA itu.

"Kami berharap IAEA akan mempertahankan reputasi dan identitasnya dan tak membiarkan keinginan politik sebagian negara dipaksakan atas masyarakat dunia," kata Mehmanparast, sebagaimana dilaporkan IRNA.

Mehmanparast, yang mencela laporan itu sebagai upaya Barat untuk secara politis menekan Iran, juga mempertanyakan sikap negara-negara yang bukan penandatangan Kesepakatan Anti-Penyebaran Nuklir (NPT) dan telah memiliki senjata nuklir tanpa menghadapi kecaman serupa.

"Semua negara ini memiliki senjata nuklir, tapi tak seorang pun mempertanyakan mereka," katanya, dalam rujukan jelas kepada Israel, yang menjadi satu-satunya negara nuklir.

Iran berkeras bahwa sebagai penandatangan NPT, negara itu memiliki hak untuk mengembangkan teknologi nuklir bagi tujuan damai dan semua kegiatannya diawasi oleh pengawas PBB itu.

Pemerintah Barat mencurigai program nuklir Iran adalah kedok bagi upaya membuat bom, dan berusaha mengekang tindakannya mulai awal Februari guna memperkaya sampai ke tingkat 20 persen, yang dipandang sebagai tonggak sejarah dalam proses itu.

Iran dengan keras membantah negara tersebut memiliki ambisi semacam itu.(C003/A038)

Pewarta: adit
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2010