Oleh Virna Puspa Setyorini Jakarta (ANTARA News) - Apa yang salah dengan "efek domino" di Indonesia belakangan ini. Kenapa penurunan tiga kali harga BBM tidak juga berdampak terhadap penurunan harga-harga kebutuhan pokok. Bahkan sektor transportasi yang paling memiliki keterkaitan dengan BBM pun belum juga bergeming. Apakah itu berarti efek domino positif sudah tidak berlaku lagi di Indonesia? Ketika pemerintah hendak menaikan harga BBM pada akhir bulan Mei 2008 lalu, hampir semua harga bahan makanan dan  minuman telah mengalami kenaikan atau tanpa disadari ukurannya  telah mengecil. Saat harga BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) pada pukul 00.00 WIB dinaikan, ongkos angkutan pun secara otomatis naik. Tidak heran jika masyarakat merasa kecewa saat harga BBM telah diturunkan tetapi harga kebutuhan sehari-hari dan ongkos  angkutan tidak juga turun. Presiden sendiri langsung meminta Menterinya untuk langsung efek yang timbul setelah harga BBM diturunkan. Ia merasa kecewa kepada para pengusaha yang belum juga menurunkan harga kebutuhan dan ongkos angkutan padahal harga BBM telah diturunkan tiga kali dan bahkan Tarif Dasar Listrik (TDL) pun akan segera diturunkan. Daya beli dipertahankan Terlepas dari unsur politis, pemerintah merasa perlu  mempertanyakan alasan pengusaha tidak segera menurunkan harga, karena hal tersebut sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Menteri Keuangan/Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani  mengatakan sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga agar daya beli masyarakat tetap ada saat krisis finansial ini terjadi. Daya beli masyarakat yang mampu membuat perkonomian bergerak dan menghindarkan perusahaan melakukan PHK," ujar Menkeu. Turunnya ongkos angkutan tentu juga akan menurunkan harga-harga kebutuhan masyarakat sehingga lebih terjangkau. "Semua akan diupayakan pemerintah, BLT tetap ada, BOS, PNPM, KUR akan semakin diintensifkan di daerah. Menaikkan 15 persen gaji PNS, TNI, Polri, saya rasa juga akan mampu menjaga daya beli masyarakat," tambah dia. Dengan pendapatan yang meningkat dan harga berbagai kebutuhan pokok menjadi lebih murah seharusnya daya beli  masyarakat meningkat atau paling tidak sama sebelum harga kebutuhan naik, ujar dia. Pemerintah, menurut Menkeu, menempatkan energi dan pangan  tetap diurutan teratas yang patut dijaga,"Tapi semua tidak akan  sama seperti dulu karena beras pun sekarang mengikuti harga  dunia." Namun demikian, ia mengatakan, pemerintah masih dapat  melakukan intervensi untuk mengupayakan harga pangan terjangkau  bagi masyarakat. Antara lain, menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dengan memperketat impor, menggelontorkan produk  murah, menambah pasokan maupun mengurangi pasokan. Guna pengendalian harga itu lah pemerintah dalam waktu dekat segera meluncurkan produk minyak goreng bernama MinyakKita, yang harganya lebih murah Rp1.000 dibanding minyak goreng refil lainnya. Janji pengusaha Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Thomas Dharmawan mengatakan, penurunan harga produk makanan dan minuman baru akan terjadi setelah perayaan Tahun Baru Cina usai pada tanggal 26 Januari nanti. Penurunan harga BBM dan TDL tentu sangat membantu bagi industri makanan dan minuman. Namun demikian, menurut dia, ada beberapa industri makanan dan minuman yang masih tergantung pada bahan baku impor karena itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun turut menentukan. "Pengusaha ya juga tentu ada yang ingin memanfaatkan momen Tahun Baru China memanfaatkan untuk meraih keuntungan lebih besar. Itu juga untuk menutupi `over budget` sebelumnya. Setelah itu mereka akan menyesuaikan harga tentunya," kata Thomas. Sedangkan untuk harga suku cadang maupun harga mobil, menurut Ketua Umum Gabungan Indutri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Bambang Trisulo, belum dapat turunkan harga jual suku cadang maupun kendaraan. Hal tersebut, ujar Bambang, dikarenakan sektor otomotof masih banyak mengandalkan dari impor. Untuk itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS perlu turun. "Ini kenapa Organda belum mau menurunkan ongkos angkutan. Mereka tentu masih terkendala pada harga suku cadang," tambah Bambang. Namun begitu, ia menambahkan, penurunan harga BBM, TDL, dan juga BI Rate, merupakan tren yang positif bagi dunia otomotif. Walau pun penurunan ketiga hal tersebut belum dapat berdampak langsung bagi otomotif. Sementara itu, bagi sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) penurunan harga BBM dan TDL tentu merupakan hal positif, yakni bertambahnya daya saing produk baik di pasar lokal maupun pasar luar negeri. Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), E G Ismy mengatakan, penurunan harga BBM dan TDL paling tidak juga mampu menahan laju PHK di sektor TPT. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), MS Hidayat mencoba untuk meyakinkan semua pihak bahwa harga kebutuhan pokok pasti akan turun. Ia mengatakan pihaknya telah berbicara dengan pengusaha angkutan, dan mereka berjanji akan menurunkan ongkos angkutan 7 hingga 10 persen. "Mereka mengatakan akan menurunkan ongkos angkutan segera, namun perlu ada jaminan suku cadang murah dari pemerintah," ujar Hidayat. Sudah sejak lama pengusaha angkutan berkeluh-kesah terkait sulitnya mendapatkan suku cadang yang murah, katanya. Mereka pun tidak dapat mendapatkan ban impor yang harganya lebih murah. Untuk itu Kadin dan Menteri Perhubungan, menurut Hidayat, telah sepakat akan mencarikan kebijakan yang tepat bagi pengusaha angkutan agar bisa memperoleh suku cadang dengan harga lebih murah. "Semua nanti akan turun, tapi memang masing-masing sektor akan berbeda waktu turunnya. Menurunkan harga kan tidak dengan sistem komando, karena itu perlu waktu hingga akhirnya harga-harga kebutuhan turun," tambah Hidayat. Namun yang jelas dari kejadian ini dapat dilihat bagaimana sikap pengusaha Indonesia sebenarnya. Bahwa efek domino positif ternyata masih kalah kuat dari ambisi dasar pengusaha untuk mencari untung sebesar-besarnya. (*)

Oleh muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2009