Surabaya (ANTARA News) - Rencana pembangunan Pasar Turi Surabaya terhambat akibat perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemkot Surabaya dengan kontraktor PT Gala Bumi Perkasa (GBP) gagal ditandatangani pada tanggal 19 Januari lalu.

Asisten II Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Muhlas Udin, di Surabaya, Minggu, mengatakan gagalnya PKS itu karena rancangan (draft) PKS yang diajukan GBP dinyatakan memberatkan pihak pemkot.

"Pemkot merasa disudutkan dengan `draft` itu, karena draft itu salah satu poin menyebutkan pemkot harus membayar denda sebesar satu persen jika terlambat menyerahkan lahan kepada GBP," katanya.

Untuk itu, kata dia, pihaknya telah mengembalikan rancangan PKS untuk diperbaiki dan poin yang menjatuhkan denda kepada pemkot harus dihapus.

Alasannya, tidak ada aturan yang menyatakan lembaga pemerintah bisa dikenai denda jika ada keterlambatan penyerahan lahan yang akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau rekanan.

Sebaliknya, katanya, pemkot yang justru bisa menjatuhkan denda tersebut jika rekanan terlambat untuk menyelesaikan pembangunan seperti yang tertuang dalam PKS.

"Di manapun, tidak ada ceritanya pemkot kena denda. Kalau pemkot menjatuhkan denda memang iya," katanya.

Usulan GBP itu sendiri menjatuhkan denda ke pemkot dengan memberikan waktu tiga bulan sejak kontrak diteken. "Artinya, jika melebihi tiga bulan, denda satu persen itu akan diberlakukan," katanya.

Pejabat yang juga ketua tim pemulihan pascakebakaran Pasar Turi dari Pemkot Surabaya itu mengaku poin itu sempat menjadi perdebatan karena pemkot menolak denda itu.

Muhlas mengatakan pihak rekanan menilai berada pada posisi yang tidak diuntungkan, sebab jika rekanan yang terlambat menyelesaikan pembangunan, mereka didenda.

"Sebaliknya jika pemkot tidak tepat waktu menyerahkan lahan, justru tidak ada denda," katanya.

Namun, Muhlas menerangkan aturannya memang seperti itu. "Tidak ada pemkot yang bisa dikenai denda oleh rekanan. Sebetulnya boleh-boleh saja poin itu dimasukkan dalam PKS, tapi saya tidak yakin itu disetujui sebab untuk menyetujuinya, kami harus minta persetujuan DPRD," katanya. (A052/K004)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010