Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum tersangka kasus korupsi proyek jalan di Kalimantan Tengah, mendatangi Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan kasus kliennya yang sedang sakit namun tidak diizinkan dirawat di rumah sakit di Jakarta.

"Klien kami, Dirut PT Sumber Borneo Yufanda, H Jahrian, tidak diizinkan untuk dirawat di rumah sakit MMC, Jakarta, padahal Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalteng telah memberikan rekomendasi agar yang bersangkutan menjalani evaluasi endoskopi di RS MMC Jakarta," Romy Leo Rinaldo usai bersama Solikin, adik ipar tersangka, melapor ke Komnas HAM, di Jakarta, Rabu.

Romy mengatakan, RS Bhayangkara Kalteng tidak memiliki peralatan untuk menangani penyakit yang diderita kliennya.

Sementara itu Solikin mengatakan bahwa saudaranya yang ditetapkan sebagai tersangka sejak pertengahan Februari tersebut menderita sakit ginjal dan radang usus.

"Sejak ditetapkan jadi tersangka kondisinya terus menurun, tidak stabil," katanya.

Solikin mengatakan sebelum dipanggil sebagai saksi, Jahrian sedang melakukan pemeriksaan kesehatan di Jakarta.

"Namun karena itikad baik maka saat dipanggil oleh kepolisian maka ia datang," katanya.

Namun, usai diperiksa sebagai saksi, pada malam hari yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka, kata Solikin.

Untuk itu, kata Solikin, ia melapor ke Komnas HAM atas kejadian tersebut.

"Karena ini faktor kemanusiaan. Agar kakak kami bisa berobat dengan dokter dan peralatan yang memadai," katanya.

Menurut Romy, mereka berdua diterima oleh Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Romy mengatakan, Komnas HAM akan mempelajari kasus tersebut serta membuat surat resmi kepada pihak yang terkait.

Jika memungkinkan, katanya, maka Komnas HAM juga akan menurunkan tim untuk melihat apakah ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Romy mengatakan, ia juga akan melaporkan kasus tersebut kepada Mabes Polri.

Menurut keterangan tertulis yang dibagikan, Jahrian saat ini ditahan di Polda Kalteng dan dibantar ke RS Bhayangkara Kalteng karena sakit. Dia didakwa melakukan korupsi dalam kasus proyek jalan eks "landing site" Pertamina di Kabupaten Barito Timur.

Untuk kepentingan pembangunan jalan tersebut, DPRD dan Pemeritah Kabupaten Barito Timur menerbitkan Perda No.5, tahun 2006 tentang Investasi Infrastruktur Jalan dan "Landing Site" eks Pertamina.

Perda menyebutkan, investor pembangunan adalah pihak swasta, yaitu PT Puspita Alam Kurnia (PAK) dengan pola bagi hasil dengan Pemkab Barito Timur, dengan jangka waktu 18 tahun. Atas dasar itu bupati setempat menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 425 tahun 2008.

Dalam melaksanakan proyek tersebut, PT PAK menggandeng PT Sumber Borneo Yufanda. Berbekal Perda dan SK Bupati itu, PT Sumber Borneo Yufanda melaksanakan pembangunan sampai selesai, selanjutnya PT Sumber Borneo Yufanda menarik retribusi penggunaan jalan sesuai Perda dan SK Bupati.

Namun Polda Kalteng menilai ada unsur korupsi dalam penarikan retribusi karena Perda dan SK Bupati dinilai cacat hukum.

(T.U002/R009/

Pewarta: rusla
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2010