Jakarta (ANTARA News) - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menilai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen pada bahan bakar minyak (BBM) bagi industri pelayaran membuat produk tersebut menjadi tidak kompetitif.

Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Selasa, mengatakan, pajak menjadikan produk BBM nonsubsidi itu lebih mahal dibandingkan barang sejenis di Singapura.

"Akibatnya, kapal khususnya asing lebih memilih mengisi bahan bakar di Singapura ketimbang di Indonesia. Kondisi ini tentu saja merugikan negara," ujarnya.

Ia membandingkan, penghapusan PPN BBM jenis avtur di bisnis penerbangan.

"Kenapa penerbangan tidak dikenakan PPN avtur, tetapi BBM pelayaran masih ada PPN-nya," katanya.

Kepala Subbidang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan I Nyoman Widia mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji pengenaan PPN BBM pelayaran tersebut.

"Apakah masih menguntungkan atau tidak. Mudah-mudahan bisa segera diputuskan," ujarnya.

Menurut dia, pengenaan PPN terhadap BBM pelayaran memang akan menambah pendapatan negara. Namun, lanjutnya, kebijakan itu tidak mendukung volume penjualan.

Artinya, jika PPN dihapuskan akan menyebabkan pemerintah kehilangan pendapatan. Namun, di sisi lain, bisa tertutupi peningkatan volume penjualan. (K007/K004)

Pewarta: mansy
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2010