Jakarta (ANTARA News) - Salah satu pengusul hak angket kasus Bank Century, Aria Bima (Fraksi PDI Perjuangan), mengimbau elite eksekutif, legislatif, politisi dan para aktivis, jangan mengajak rakyat melanggar konstitusi.

"Keputusan Rapat Paripurna DPR RI tentang kasus Bank Century (BC) pada hari Rabu (3/3) lalu itu, merupakan pelaksanaan hak konstitusional Dewan untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah," katanya melalui ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Karena, menurutnya, jika ada yang menafikan hasil keputusan DPR RI ini, sama saja telah mengabaikan konstitusi.

Mengenai pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merespons hasil Rapat Paripurna DPR RI itu, Aria Bima mengharapkan, publik tidak menafsirkannya sebagai pengabaian konstitusi, karena tidak mengindahkan keputusan DPR.

Aria Bima menjelaskan, pasal 20A UUD 1945 ayat (1) menyatakan, DPR RI memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, sementara ayat (2) menyatakan, untuk melaksanakan fungsinya itu DPR RI mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

"Rapat Paripurna DPR telah pengambilan keputusan tentang adanya dugaan kuat telah terjadi banyak pelanggaran mulai dari proses akuisisi, merger hingga kebijakan `bailout` (penggelontoran dana talangan dari uang negara senilai Rp6,7 triliun) kepada Bank Century," ungkapnya.

Sayangnya, demikian Aria Bima, Yudhoyono melalui pidato tanggapannya sehari kemudian, bersikukuh seolah menyatakan tidak ada pelanggaran dalam kebijakan `bailout` tersebut.

"Bahkan SBY justru mengatakan bahwa pengambil kebijakan `bailout` yakni yang melibatkan antara lain Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono dan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seolah patut diberi `reward` atau penghargaan atas perannya mengucurkan uang negara Rp6,7 triliun untuk bank swasta yang bermasalah itu," ujarnya.

Ia mengatakan, Presiden seharusnya memperhatikan dengan sungguh-sungguh keputusan dan rekomendasi Rapat Paripurna DPR RI mengenai skandal `bailout` BC, apalagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebelumnya juga menyatakan ada penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran dalam pengucuran dana talangan sebesar Rp6,7 triliun bagi BC itu.

Aria Bima menilai, sebagai kepala pemerintahan, Yudhoyono tidak memiliki wewenang konstitutional untuk melakukan penilaian terbuka atas kinerja pemerintahan era sebelumnya.

"Jika Presiden memahami konstitusi, seharusnya ia tidak mengambil alih domain kerja lembaga legislatif ini. Sebab sebagai pimpinan lembaga eksekutif tertinggi, tugas Presiden adalah sebagai eksekutor atau pelaksana. Sementara fungsi kontrol merupakan wewenang lembaga legislatif," jelas politisi PDI Perjuangan ini. (*)
M036/B013/AR09

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010