Jakarta (ANTARA News) - Bersimpuh di hadapan dua perempuan, satu dari negerinya sendiri dan satu lagi dari antara penonton, penyanyi soul dari Amerika Serikat John Legend menembang "Heaven" sebagai penyembuh atas bilur-bilur luka dari jargon kehidupan bahwa sesama tampil mengintai sebagai neraka.

Cinta menyembuhkan luka dan menghalau horor. Inilah efek yang menyembuhkan dari John Legend ketika menyambangi publik pecinta jazz gelaran Jakarta International Java Jazz Festival (JJF) 2010 yang diadakan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada Jumat (5/3).

Seakan dahaga akan bulir-bulir tembang penyembuh bernuansa soul, ribuan pengunjung dari Jakarta maupun dari luar kota mengular untuk merasakan dekapan yang menghela belas kasih akan sesama. Legend ingin melegenda di hati publik sebagai aktor kasih, bukan aktor teror.

Tampil dengan stelan hitam-hitam dipadu ikat pinggang putih, diikat arloji di tangan kiri, penyanyi bernama asli John Stephen menyuguhkan pemulih dari luka batin mereka yang mengalami cambuk kehidupan. Tembang demi tembang diletupkan di atmosfer gelaran Axis Jakarta Internasional Java Jazz Festival 2010.

Sebelum menikmati beningnya olah vokal Legend dan harmonisasi nada-nada jazzy, ribuan penonton menziarahi Bunda Pertiwi dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Bersyukur karena negerinya telah mengalirkan energi kehidupan bagi setiap warganya tanpa kecuali.

Performa yang dinanti-nanti penonton pun tiba. Bertempat D2 Main Stage special show, John menghipnotis ribuan penonton yang mengular di semua pintu masuk. Hall berkapasitas 9000 penonton itupun nyaris disesaki oleh para penggila John Legend. "Ini pertama kalinya saya datang ke Indonesia. Saya puas dan merasa senang malam ini. Mari kita buat malam ini menyenangkan," kata John sambil mendentingkan pianonya.

John membuka konser yang telat sekitar 45 menit itu dengan lagu "Used to love U" dari album perdananya "Get Lifted". Diiringi oleh band-nya, ia kemudian melantunkan lagu-lagu hitsnya antara lain "Satisfaction", "Just Don`t Love You", "All Night", "It`s Over", dan "Heaven".

Sebelumnya, kepada wartawan Indonesia, ia mengaku bahagia bisa tampil di Jakarta. "Saya sangat senang bisa sampai di sini. Karena di sini lebih baik daripada New York," katanya dalam jumpa pers di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta Utara.

Dalam kunjungan perdananya ke Indonesia, ia berharap dapat menghibur para penikmat musiknya. "Apa pun itu yang saya lihat, saya dengar pastinya akan sangat seru, ini akan sangat menarik dan sangat energik," katanya.

Nyatanya ia memberi bukti penyembuhan dengan tampil prima selama dua jam di bawah siraman kemilau cahaya lampu warna-warni. "Saya diundang di sini sebagai diri saya sendiri. Sangat bangga menjadi diri sendiri dan menyenangkan," ungkapnya. Mengapa ia memiliki energi penyembuhan dan energi motivasi diri?

Ia rendah hati. Ia merunduk ketika satu demi satu penghargaan direngkuh dari hasil kerja keras dan kesungguhannya meniti karier di dunia tarik suara. Ia yang berlatar belakang penyanyi gereja bersua dengan energi lagu-lagu kerohanian yang meneduhkan dan menyembuhkan. "Bagiku lagu-lagu religi sangat berpengaruh dalam hidupku," ujar pria yang lahir di Springfield, Ohio, pada 28 Desember 1978 itu.

Ia dikenal sebagai penyanyi American soul, penulis lagu, dan pianis. Dia mengoleksi Grammy Awards sebanyak enam kali Sebelum merilis debut albumnya, ayunan langkah kerja Legend mendapatkan momentum sukses lewat kolaborasi dengan beberapa artis.

Secara khusus, Legend dan the hooks untuk hitsnya Slum Village ("Selfish"), yang juga dinyanyikan bersama Kanye West, Jay-Z ("Encore") dan Dilated Peoples ("This Way", yang juga dinyanyikan bersama Kanye West); permainan pianonya di Lauryn Hill`s "Everything Is Everything"; dan bersama penyanyi latar Alicia Keys` pada 2003 dengan lagu yang berjudul "You Don`t Know My Name" dan Ford Minor`s "High Road" Belakangan ini, Legend berkolaborasi dengan Andre 3000 untuk merekam "Green Light" sebagai lagu andalan di albumnya yang ketiga Evolver.

Saat menginjak usia empat tahun, Legend mulai bermain piano dan di umur tujuh tahun, dia bermain untuk paduan suara gereja. Ketika ia berumur 10 tahun, badai keluarga datang, orangtuanya bercerai, yang mengakibatkan ibunya mengalami kesulitan kesulitan. Legend pun mendapatkan gelar dari North High School.

Itulah penyembuhan yang dialami Legenda ketika keluarganya jatuh bangun meniti kelok-kelok hidup. Ia pun lebih dulu memberi dari apa yang dialami, bukan memberi tanpa dia sendiri miliki. Lintas hidup Legenda seakan mewarisi pijar refleksi dari nasib Oedipus dalam legenda Yunani kuno.

Ayah sebagai penguasa, anak (Oedipus) dan Ibu (hasrat), menjadi metafora dari perkembangan sejarah setiap manusia yang melukiskan usaha untuk mempersatukan semua unsur dalam satu "keluarga besar". Usaha untuk mempersatukan ini dilakoni melalui dominasi "ayah" terhadap "hasrat" individu (Oedipus).

Dalam pembacaan teks postmodern, hasrat merupakan musuh utama sebuah tatanan masyarakat karena memiliki kemampuan revolusioner untuk menggoyang tatanan. Dan Legend menawarkan obat untuk menyembuhkan mereka yang didera hasrat tiada henti. Dan Legend telah memilih pembebasan dalam jazz, memilih penyembuhan dalam alur tembang kehidupan.

Tak kurang seorang Peter Gontha memuji Legend, bintang utama Java Jazz kali ini, sebagai penyanyi internasional yang rendah hati dan sederhana. "Dia itu top," ujar Peter.

Dan Legend tidak bertepuk sebelah tangan. Ia merespons dengan mengatakan, kita akan menjauhkan diri dari sakit, dan menulis lirik-lirik dari sepasang telinga.

Hidup bagi John Legend adalah apa yang telah dilakukan, tak dapat ditiadakan lagi, dalam bahasa Latin, Quod factum est, infectum fieri nequit. Selamat datang penyembuhan! (Ant/A024)

Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2010