Jakarta (ANTARA News) - Kunjungan Presiden Obama ke Indonesia bukan saja bersifat pribadi tetapi juga politis. Ia berkesempatan mengenang kembali tempat ia menghabiskan masa kecilnya, mengenyam pendidikan dasarnya, dan mempelajari bahasa setempat (Indonesia).

Tak seorang pun dari 43 presiden Amerika Serikat lainnya pernah mengalami kedekatan dengan negara-negara non Barat seperti Obama miliki.

Salah satu tujuan politik kunjungan sang presiden adalah mengangkat citra global Indonesia di mata dunia.

Banyak orang AS melihat pentingnya posisi Indonesia, kerap kali digambarkan sebagai negara terpenting di dunia yang paling sedikit dikenal warga AS.

Dengan penduduk 230 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpopulasi terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan AS.

Sebelas tahun lalu Indonesia memulai satu transisi mengesankan, dari sebuah pemerintahan otoriter berusia 30 tahun di bawah Soeharto menjadi negara paling demokratis di seluruh Asia Timur dan Tenggara.

Yang membuat proses transisi demokrasi itu luar biasa adalah bahwa penduduknya yang hampir 85 persen beragama Islam itu, membuktikan betapa nilai-nilai demokrasi dan Islam bisa menyatu untuk membangun 'masyarakat adil dan makmur,' yang adalah tujuan utama berbangsa seperti tercantum dalam konsistusi Indonesia.

Indonesia juga penting karena lokasinya strategis di persilangan jalur laut antara Eropa, Afrika, Timur Tengah di bagian timur, dan China, Jepang, dan Korea Selatan di bagian utara.

Selain itu Indonesia juga kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas, batu bara, tembaga, nikel, kayu, ikan, kelapa sawit, dan banyak lagi.

Mungkin alasan utama mengapa Indonesia tidak begitu dikenal oleh masyarakat AS adalah karena AS tidak pernah terlibat perang dengan Indonesia.

Alasan lainnya karena hanya sedikit migran dan pelajar dari Indonesia yang datang ke AS.

Dibandingkan dengan negara Asia lainnya, Indonesia dewasa ini dianggap lebih "inward-looking" dan curiga terhadap orang asing.

Mengangkat citra Indonesia bisa menguntungkan AS karena dapat menjaga keseimbangan tiga negara besar Asia yaitu China, Jepang, dan India.

Lebih jauh lagi, keberhasilan Indonesia mempertahankan sistem pemerintahan yang demokratis berpotensi mendukung perjuangan dunia mengatasi permasalahan di negara-negara lemah dan penuh dengan konflik.

Sebuah analisis ringkas akan kekuatan dan kelemahan Indonesia menjelang malam kedatangan Obama di Indonesia akan mengungkapkan gambaran yang lebih jelas.

Indonesia punya lima kekuatan utama.

Pertama kerangka kerja politik yang lebih solid, termasuk pemilihan presiden secara langsung setelah adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar '45 sebanyak empat kali.

Kedua, pemilihan umum yang adil dan bebas yang telah diselenggarakan tiga kali dan sekarang bahkan rutin dijalankan di level provinsi dan kabupaten.

Ketiga, pemberlakuan sistem desentralisasi sejak 2001, memberikan kekuasaan lebih kepada 440 kabupaten dan kota di 33 provinsi.

Keempat, penguatan masyarakat sipil dengan kebebasan pers yang luar biasa.

Kelima, Kepemimpinan ekonomi yang kuat di bawah aransemen Boediono yang kini Wakil Presiden dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang keduanya berperan besar dalam pemulihan ekonomi Indonesia.

Tapi Indonesia juga memiliki enam kelemahan.

Pertama, parlemen Indonesia hanya memperjuangkan gaji dan tunjangan tinggi untuk mereka tetapi menghalangi legislasi-legislasi penting yang justru bertujuan meningkatkan kualitas pemerintahan dan menaikkan standard hidup.

Kedua, kinerja birokrasinya payah karena gaji yang rendah dan tidak disiplin.

Ketiga, militer memang tidak terlibat lagi dalam politik tetapi masih berperan dalam kegiatan bisnis tentara yang akhirnya berpengaruh pada profesionalitas mereka.

Keempat, barangkali ini yang terburuk bahwa kekayaan alam Indonesia justru menjadi kutukan ketimbang berkah, Terjadi pengerukan berlebihan di hampir setiap wilayah, baik laut maupun darat, demikian pula di 17.000 pulaunya.

Kelima, investasi yang tidak memadai dalam bidang infrastruktur mengakibatkan tingginya biaya produksi.

Keenam, sejumlah hambatan baik dari dalam negeri maupun investasi asing semakin menyusahkan sektor swasta menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja baru.

Kunjungan Obama ke Indonesia akan menempatkan negara kepulauan itu di peta penting dunia.

Kemitraan Komprehensif yang secara resmi akan diluncurkan dua negara itu adalah bentuk komitmen jangka panjang yang bisa membantu Indonesia berperan besar di tingkat global.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan Kemitraan Komprehensif pada November 2008 setelah memenangkan pemilihan presiden untuk kedua kalinya.

Isi kesepakatan itu akan menjadi ujian yang bagus untuk kebijakan luar negeri pemerintahan Obama, yang lebih berusaha mendengar daripada menceramahi Indonesia.

Pendidikan sepertinya akan menjadi prioritas utama, memperkuat universitas-universtas di Indonesia, membantu lebih banyak orang Indonesia belajar di AS, dan mendorong warga AS untuk belajar tentang Indonesia.

Indonesia akan memerlukan dampingan dari segi ekonomi dan pembangunan dari AS walaupun memang sulit.

Wilayah diskusi paling pelik adalah militer, karena Indonesia belum mengamalkan dan mengartikulasikan strategi pertahanan dan keamanan yang pantas sehingga mendapatkan dukungan AS.

Kunjungan Presiden Obama yang sangat dinantikan masyarakat Indonesia sejak dia terpilih November 2008, mempunyai kepentingan simbolis yang besar bagi kedua negara.

Meskipun begitu, keuntungan konkret bagi masyarakat awam di dua negara akan mewujud secara perlahan di tahun-tahun mendatang, tentu saja dengan kerja keras dari kedua negara. (*)

*) Lex Rieffel adalah pakar Pembangunan dan Ekonomi Global pada Brookings Institution, AS. Artikelnya dimuat laman resmi Brookings Institution 10 Maret, 2010

Penerjemah: Liberty Jemadu
Editor : Jafar Sidik

Oleh Lex Rieffel
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2010